Operasional PDN Molor, Ancaman Kebocoran Data hingga Pemborosan Anggaran Mengintai

Operasional PDN Molor, Ancaman Kebocoran Data hingga Pemborosan Anggaran Mengintai

Bisnis.com, JAKARTA — Tertundanya operasional Pusat Data Nasional (PDN) dinilai menyimpan risiko besar bagi kedaulatan digital Indonesia, terutama ancaman kebocoran data yang berpotensi berdampak sistemik.

Pengamat telekomunikasi Kamilov Sagala menilai berbagai insiden kebocoran data dan gangguan layanan publik seharusnya menjadi pelajaran mahal bagi negara. 

Salah satunya, gangguan layanan imigrasi yang terjadi pada Juni 2024 akibat kelumpuhan PDNS, yang diduga kuat dipicu serangan siber ransomware. 

Insiden tersebut menyebabkan penumpukan paspor, antrean panjang di bandara, serta layanan yang harus dilakukan secara manual.

Menurut Kamilov, peristiwa tersebut justru menegaskan lemahnya perlindungan data nasional karena masih tingginya ketergantungan pada pihak ketiga.

“Pembelajaran yang mahal malah karena negara kita ini telanjang semuanya dibuat oleh pihak-pihak ketiga. Sehingga data kita tidak terjaga dengan baik. Artinya integritas nilai dari data kita itu lemah gitu,” kata Kamilov kepada Bisnis, Senin (15/12/2025).

Dia menekankan pentingnya sinergi sejak awal antara lembaga yang memiliki mandat pelindungan data, seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Kepolisian, serta Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Namun, menurutnya, hingga kini masih terdapat hambatan koordinasi antarlembaga.

Kamilov menilai persoalan PDN seharusnya berada langsung di bawah kendali presiden karena data telah menjadi aset strategis baru negara. Tanpa keterlibatan langsung kepala negara, penyelesaian dan pengelolaan PDN dinilai akan berjalan lambat.

Dia juga memandang data sebagai “big oil” atau sumber penghasilan masa depan yang nilainya bahkan melampaui komoditas sumber daya alam, sehingga harus dikelola secara serius, profesional, dan terintegrasi oleh negara.

Terkait lamanya uji kelayakan PDN, Kamilov menilai secara infrastruktur fasilitas tersebut sejatinya telah siap.

“Secara infrastruktur sudah oke. Nah ini kan kembali kepada para tadi bisa diitu badannya sendiri dan berikut manusianya,” ujarnya.

Ilustrasi tempat penyimpanan data

Dia juga menyinggung dinamika geopolitik global dan perang dagang yang memengaruhi ketersediaan perangkat teknologi tinggi. Namun, menurutnya, kondisi tersebut seharusnya dapat dimanfaatkan Indonesia sebagai peluang. 

Kamilov menilai perangkat keras dan perangkat lunak PDN pada dasarnya telah siap digunakan, sehingga keterlambatan lebih disebabkan oleh lemahnya sinkronisasi antarlembaga dan pimpinan yang terlibat.

Selain itu, Kamilov menyoroti ketidakpastian pembangunan PDN di sejumlah lokasi yang telah direncanakan. Dia menyebut proyek PDN seharusnya dibangun di tiga wilayah, yakni Batam, Jakarta, dan Ibu Kota Nusantara (IKN). Namun hingga kini, pembangunan PDN di Batam tertunda, PDN Jakarta menghadapi berbagai persoalan, sementara perkembangan PDN di IKN belum menunjukkan kejelasan.

Menurut dia, penundaan tersebut merugikan negara, baik secara ekonomi maupun strategis. Kamilov mengingatkan bahwa dampak kebocoran data jauh lebih berbahaya dibandingkan kehilangan sumber daya alam yang bersifat kasat mata.

“Tapi kalau data ini hitungan detik, hilang, bocor itu udah terbang kemana-mana. Dan ruginya luar biasa,” tegasnya.

Sementara itu, pengamat telekomunikasi Heru Sutadi mengatakan proses uji kelayakan PDN oleh BSSN memang memerlukan waktu lama karena mencakup pemeriksaan mendalam terhadap aspek keamanan siber, bukan sekadar infrastruktur fisik.

Menurut Heru, meskipun bangunan dan perangkat keras telah siap, pengujian berlapis tetap diperlukan untuk meminimalkan risiko serangan siber.

“Ini termasuk verifikasi spesifikasi teknis, penanganan rekomendasi perbaikan, dan pengujian berlapis untuk menghindari kebocoran data,” kata Heru saat dihubungi Bisnis, Senin (15/12/2025).

Dia menilai kehati-hatian tersebut wajar mengingat PDN menyimpan data vital negara. Meski demikian, Heru menekankan pentingnya keterbukaan informasi kepada publik. 

ANGGARAN BENGKAK

Di sisi lain, dia mengakui kondisi PDN yang belum beroperasi justru menimbulkan pemborosan anggaran, mengingat PDN sebagai aset negara bernilai triliunan rupiah masih menganggur.

“Sementara pemerintah masih bayar mahal untuk PDNS sebagai solusi sementara,” ujarnya.

Heru menganalogikan kondisi tersebut seperti memiliki aset baru tetapi tidak dapat dimanfaatkan. 

Dia menilai jika penundaan PDN terus berlanjut, dampaknya tidak hanya dirasakan dari sisi anggaran, tetapi juga terhadap keamanan dan kepercayaan publik. Risiko kebocoran data massal pun dinilai masih mengintai, terutama jika ketergantungan pada PDNS berlanjut.

“Yang dikhawatirkan adalah ini akan kembali tiap kementerian/lembaga membangun pusat data sendiri lagi, yang memboroskan anggaran negara,” ujar Heru.

Dia menambahkan persoalan ini semestinya segera mendapat perhatian langsung presiden. “Presiden Prabowo perlu segera memanggil Menkomdigi dan Kepala BSSN agar PDN tidak sia-sia,” katanya.

Petugas memeriksa server di sebuah data center

Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkapkan penilaian PDN oleh BSSN masih berlangsung sehingga fasilitas tersebut belum dapat beroperasi. Direktur Jenderal Teknologi Pemerintah Digital Komdigi, Mira Tayyiba, mengatakan perkembangan PDN masih berada dalam tahap evaluasi keamanan oleh BSSN.

“Untuk PDN doakanlah. Kami sudah siap tetapi kan masih dinilai sama BSSN. [kenapa lama?] Ya kan ada remedial segala sudah kayak orang ujian,” kata Mira kepada Bisnis, dikutip Minggu (14/12/2025).

Dengan kondisi tersebut, proses penilaian kelayakan PDN di Cikarang tercatat telah berlangsung lebih dari satu tahun. 

PDN sendiri dirancang sebagai fasilitas pusat data pemerintah untuk menempatkan, menyimpan, mengolah, dan memulihkan data instansi pusat dan daerah secara terpusat sebagai tulang punggung Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE).

Nilai investasi pembangunan PDN tahap pertama di Cikarang mencapai sekitar Rp2 triliun hingga Rp2,7 triliun, yang dibiayai melalui kombinasi pendanaan pemerintah Prancis dan APBN. BSSN mulai melakukan pemeriksaan intensif terhadap PDN dan PDNS sejak insiden gangguan dan serangan ransomware pada Juni 2024.