Nusantara Policy Lab Nilai Rencana Utang Rp3,15 Triliun Pemkot Surabaya Gegabah dan Berisiko

Nusantara Policy Lab Nilai Rencana Utang Rp3,15 Triliun Pemkot Surabaya Gegabah dan Berisiko

Surabaya (beritajatim.com) – Nusantara Policy Lab menilai rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengajukan pinjaman daerah senilai Rp3,15 triliun untuk pembangunan infrastruktur strategis sebagai langkah yang gegabah dan berisiko tinggi. Rencana ini tercantum dalam Rancangan Awal RPJMD Surabaya 2025-2029 yang akan diajukan pada periode 2026–2027.

Direktur Nusantara Policy Lab, Aulia Thaariq Akbar, menyebut keputusan ini tidak disertai kajian akademis yang matang dan dapat memengaruhi citra keuangan Kota Surabaya di mata publik dan investor. Menurutnya, kebijakan ini harus dipertimbangkan secara mendalam sebelum dilaksanakan.

“Saya rasa, langkah Pemkot Surabaya untuk mengajukan pinjaman daerah senilai Rp3,15 triliun tersebut bersifat gegabah ya. Tidak hanya tanpa disertai dengan kajian akademis yang komprehensif, langkah tersebut juga berpotensi membuat Surabaya kehilangan aset tidak terlihatnya sebagai kota dengan pengelolaan keuangan yang sehat,” tegas Atta sapaan lekatnya, Senin (23/9/2025).

Rencana pembiayaan alternatif ini terdiri dari pinjaman melalui PT SMI sebesar Rp2,71 triliun dan melalui Bank Jatim sebesar Rp447,8 miliar. Dana tersebut akan diprioritaskan untuk proyek-proyek infrastruktur strategis, seperti pembangunan Jalan Lingkar Luar Barat (JLLB), pelebaran Jalan Wiyung, pembangunan Flyover Dolog, pembangunan Saluran Diversi Gunungsari, pemasangan PJU, pembangunan Jalan Tembus Dharmahusada, serta penanganan genangan air di sejumlah kawasan.

Mantan Presiden BEM Universitas Airlangga Surabaya ini mempertanyakan ketepatan prioritas alokasi anggaran pinjaman ini. Menurutnya, Pemkot Surabaya seharusnya memikirkan kebutuhan mendesak yang langsung berdampak pada kesejahteraan warga, bukan hanya fokus pada proyek fisik berskala besar.

“Kalau kita lihat, pada tahun 2027 Pemkot Surabaya diproyeksikan sudah harus membayar pokok utang senilai Rp763 miliar. Dana sebesar itu sebenarnya bisa dipakai untuk mendanai program-program ‘humanis’ seperti pengentasan kemiskinan, pemberdayaan UMKM, atau layanan kesehatan, alih-alih hanya untuk membayar bunga dan cicilan utang,” ujar Atta.

Pemkot Surabaya sebelumnya menyebut pembiayaan alternatif ini akan memacu pertumbuhan ekonomi kota jika dikelola dengan baik. Salah satu proyek yang digadang-gadang, yakni Saluran Diversi Gunungsari, ditargetkan selesai pada 2025 dan diyakini mampu memunculkan pusat-pusat usaha baru serta membuka lapangan pekerjaan bagi warga Surabaya.

Namun, Atta mengingatkan bahwa keberhasilan proyek infrastruktur tidak hanya diukur dari pembangunan fisiknya. Menurutnya, dampak ekonomi dan sosial dari proyek tersebut harus benar-benar dirasakan masyarakat dan dilaksanakan dengan prinsip transparansi.

“Pemkot Surabaya harus berhati-hati dalam mengambil keputusan strategis seperti ini. Jangan sampai beban utang justru mengurangi kemampuan pemerintah dalam membiayai program-program yang langsung menyentuh kebutuhan dasar warga,” pungkas alumnus Ilmu Politik Universitas Airlangga ini.[asg/kun]