Jakarta: Sektor industri nonmigas emasih jadi andalan buat perdagangan Indonesia. Buktinya, dari 2020 sampai 2024, ekspor kita selalu lebih besar daripada impor.
Namun, neraca perdagangan Indonesia-Swiss justru tercatat jeblok. Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza mengatakan, performa ekonomi Indonesia terhadap Swiss mengalami tren fluktuatif dari 2022 hingga 2024.
“Ekspor kita ke Swiss turun 26,05 persen jadi cuma USD210,4 juta di 2024. Padahal tahun lalu masih USD284,5 juta. Impor dari Swiss malah naik 10,27 persen jadi USD827,4 juta,” kata Faisol dalam kegiatan ‘Kolaborasi Industri antara Indonesia-Swiss: Optimalisasi Potensi Investasi Sektor Manufaktur di Indonesia’ pada Rabu, 12 Maret 2025.
Kenapa neraca dagang Indonesia-Swiss bisa defisit?
Ternyata, ada beberapa faktor yang bikin neraca dagang kita sama Swiss jadi minus. Ekspor kita ke Swiss masih didominasi perhiasan, telepon, dan emas.
Sementara itu, impor Indonesia dari Swiss adalah emas, jam tangan biasa, dan jam tangan mewah.
Lalu, investasi Swiss masih kecil. Swiss ada di peringkat ke-19 sebagai investor asing di Indonesia. Nilainya cuma USD244,9 juta. Jauh tertinggal dibanding Singapura, Hongkong, atau Tiongkok.
Upaya untuk meningkatkan ekspor?
Riza mengatakan, kedepannya dia berharap pemerintah Swiss terus meningkatkan investasinya di Indonesia.
“Untuk meningkatkan investasi, pemerintah telah memperkenalkan sejumlah insentif fiskal untuk menarik investor, termasuk tax holidays, tax allowances, investment allowances, dan super deduction tax untuk sekolah kejuruan dan R&D,” ujar Riza.
Selain itu, Kementerian Perindustrian juga memainkan peran strategis dalam memastikan kepastian penerimaan fasilitas fiskal dan non-fiskal bagi investor asing melalui kebijakan pro-investasi.
“Kami senantiasa mengkoordinasikan pemberian insentif dan berkolaborasi dengan instansi terkait untuk menjamin transparansi dan efektivitas implementasi regulasi, memberikan kepastian hukum dan dukungan bagi investor dalam menjalankan usaha di Indonesia,” jelas Riza.
Pemerintah mengarahkan investor untuk berinvestasi di kawasan industri, guna mendukung industri berkelanjutan, meningkatkan daya saing, dan memastikan kesesuaian tata ruang. Seperti diketahui, kawasan industri kini menuju generasi keempat, dengan menjadi pusat ekosistem industrialisasi berkelanjutan berbasis Industri 4.0.
“Kawasan Industri di luar Jawa fokus pada pengolahan SDA, efisiensi logistik, dan pusat ekonomi baru, sementara di Jawa diarahkan ke teknologi tinggi, padat karya, dan hemat air,” ucap Riza.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(ANN)