Negara Raksasa Ini Terancam Bangkrut, Krisis Mata Uang-Inflasi Meledak

22 February 2024, 10:05

Jakarta, CNBC Indonesia – Nigeria, raksasa perekonomian terbesar di Afrika, menghadapi salah satu krisis ekonomi terburuk dalam beberapa tahun terakhir. Mata uang negara tersebut anjlok sementara inflasi tahunan mendekati 30%.

Naira Nigeria mencapai titik terendah baru terhadap dolar AS di pasar valuta asing resmi dan paralel Senin. Nilai mata uang itu merosot hampir 1.600 terhadap greenback di pasar resmi dari sekitar 900 pada awal tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Mata uang ini turun sekitar 70% sejak Mei 2023 ketika Presiden Bola Tinubu mulai menjabat. Aturan pemerintah Tinubu yang memungkinkan kekuatan pasar menentukan nilai tukar seiring upaya menarik investasi internasional, membuat Naira semakin anjlok.

Analis beranggapan pengendalian mata uang asing selama bertahun-tahun, sebelum mas Tinubu, juga telah menghasilkan permintaan terpendam yang sangat besar terhadap dolar AS. Padahal saat ini investasi luar negeri dan ekspor minyak mentah menurun.

Sementara itu, inflasi terus melonjak, dengan indeks harga konsumen utama mencapai 29,9% tahun-ke-tahun (yoy) pada bulan Januari. Ini merupakan tingkat tertinggi sejak tahun 1996.

Peningkatan ini didorong oleh kenaikan harga pangan yang terus-menerus melonjak sebesar 35,4% pada bulan lalu dibandingkan tahun sebelumnya. Meningkatnya biaya hidup dan kesulitan ekonomi memicu protes di seluruh negeri pada akhir pekan, seiring reformasi yang juga telah dilakukan pemerintah seperti penghapusan subsidi gas, yang menyebabkan harga gas naik tiga kali lipat.

“Nilai tukar yang melemah akan meningkatkan inflasi impor, yang akan memperburuk tekanan harga di Nigeria,” kata ekonom politik senior di Oxford Economics, dalam sebuah catatan, Pieter Scribante, dikutip CNBC Internationak, Kamis (22/2/2024).

“Penyusutan pendapatan yang dapat dibelanjakan dan memburuknya tekanan biaya hidup akan tetap menjadi kekhawatiran sepanjang tahun 2024, yang selanjutnya menghambat belanja konsumen dan pertumbuhan sektor swasta,” tambah Scribante.

Sebagai ekonomi terbesar di Afrika, Nigeria sendiri memiliki populasi 210 juta orang. Namun negeri ini sangat bergantung ke impor untuk memenuhi kebutuhan populasi yang berkembang pesat.

Selain melonjaknya inflasi dan anjloknya mata uang, Nigeria juga berjuang melawan rekor utang pemerintah, tingginya angka pengangguran, kekurangan listrik, dan menurunnya produksi minyak yang merupakan ekspor utama negara tersebut. Tekanan ekonomi ini diperburuk dengan kekerasan dan ketidakamanan di banyak wilayah pedesaan.

“Likuiditas pasar yang berlebihan, tekanan nilai tukar, dan kekurangan pangan dan bahan bakar mengancam stabilitas harga, sementara risiko inflasi meningkat di luar kendali pemerintah,” tambah Scribante.

“Permintaan impor yang kuat dapat memaksa Bank Sentral Nigeria (CBN) untuk menerapkan kembali larangan impor dan pembatasan nilai tukar untuk mengurangi beban pada neraca pembayaran. Hal ini dapat memperburuk kekurangan produk dalam negeri dan meningkatkan inflasi lebih lanjut,” jelasnya ladi.

Meski tak menyindir mata uang, Oxford Economic sempat meramal inflasi masih bisa menyentuh 33% di 2024. Kemungkinan posisi tinggi ini akan lama mengingat banyaknya risiko ekonomi ke depan.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Junta Ultimatum Pejabat PBB di Niger, Beri Waktu 72 Jam

(sef/sef)

Tokoh

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi