Nasib RUU PPRT Kembali tidak Jelas

11 January 2024, 18:11

WAKIL Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengaku dirinya belum bisa berkomentar lebih jauh terkait kapan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) akan dibahas dalam Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR.

“(Sekarang) saya belum bisa berkomentar lebih jauh. Nanti pada saat masuk masa sidang, baru kita akan membahas rancangan undang-undang ini,” ujar wakil Ketua DPR RI kepada Media Indonesia di Jakarta pada Kamis (11/1).

Harapan masyarakat terkait adanya pembahasan RUU PPRT sempat muncul pada saat Rapat Paripurna DPR pada 21 Maret 2023 yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani. Pada kesempatan tersebut, Puan menetapkan RUU PPRT sebagai RUU Inisiatif DPR. Namun, hal tersebut ternyata hanya harapan palsu.

Baca juga : RUU PPRT Jadi Utang Janji yang harus Ditepati Pemerintahan Jokowi

Koordinator Jaringan Nasional Advokasi (Jala) PRT Lita Anggraini mengatakan dengan tersanderanya RUU PPRT selama bertahun-tahun di meja Puan Maharani, menunjukkan bahwa DPR RI tidak berpihak dan tidak memiliki empati kepada kelompok PRT.

Baca juga : Nasib RUU PPRT Stagnan dan Digantung Hingga Jelang Akhir Periode DPR Pimpinan Puan

“Proses RUU yang lain seperti Cipta Kerja dibahas begitu cepat, sedangkan untuk RUU PPRT masih terus disandera, padahal proses masuknya kedua RUU dalam prolegnas hampir bersamaan. Selain itu isi dari RUU PPRT juga tak sebanyak RUU Ciptaker. Artinya tidak ada keberpihakan DPR RI terhadap pekerja rumah tangga yang selama ini telah menopang ekonomi nasional,” ujarnya.

Menurut Lita, pengesahan RUU PPRT sangat urgent untuk melindungi para pekerja di ranah domestik yang didominasi kelompok perekpuan. Jika RUU PPRT disahkan, lanjut Lita maka pembangunan akan inklusi. Dampak lain adalah jumlah angkatan tenaga kerja perempuan juga akan naik secara signifikan karena lebih dari 5 juta perempuan akan diakui sebagai tenaga kerja.

“Jika RUU terus disandra, semakin memperlihatkan bahwa DPR RI seperti mengecilkan arti PRT yang telah menopang jutaan warga negara lain bisa beraktivitas. Padahal ini sangat urgent pekerja PRT masuk dalam kelompok kerja yang rentan terhadap eksploitasi, diskriminasi dan berbagai pelecehan seksual serta perbudakan modern,” ungkapnya.

Lebih lanjut, pihak Jala PRT akan terus melakukan berbagai aksi mogok makan dan berbagai aksi teatrikal untuk mendesak dan mendorong Puan Maharani agar segera bergerak mengesahkan RUU PPRT. Aksi mogok makan pertama dilakukan pada tahun 2011 di depan gerbang DPR dan hingga kini, PRT tetap menggelar aksi mogok makan bergantian.

“Kami akan terus melakukan aksi harian mogok makan di depan DPR. sebagai simbolisasi solidaritas PRT. Januari ini menjelang masa sidang, kami akan melakukan aksi teatrikal menggembok gerbang DPR dengan gembok raksasa untuk sebagai simbolisasi DPR yang terus menggembok RUU PPRT. Kami juga akan membuat lukisan raksasa sebagai simbolis bahwa selama ini PPRT masih berada dalam situasi perbudakan modern,” jelasnya.

Ketua Panitia Kerja RUU PPRT DPR RI, Willy Aditya menuturkan, keputusan pengesahan ada di tangan pimpinan DPR. Kendati ada dorongan dari berbagai fraksi dan sudah menerima Surat Presiden dan Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari pemerintah, pimpinan lembaga legislatif tak kunjung melanjutkan proses legislasi RUU tersebut. Dikatakan bahwa pengesahan tersebut tidak akan terlaksana jika pucuk pimpinan tak memberi sinyal positif.

“Bisa ditanyakan langsung kepada ketua DPR mengapa belum juga disahkan, karena DIM sudah keluar dan tidak terlalu banyak. Tetapi sampai saat ini RUU PPRT ini tidak bergerak sama sekali, belum pernah dibawa ke rapat badan musyawarah atau rapat pimpinan. Jadi lambat atau cepatnya proses pengesahan ini tergantung pada pimpinan khususnya ketua DPR,” ungkap Willy kepada Media Indonesia.

Pada Maret-Mei 2023, dibentuk tim pemerintah melalui Gugus Tugas RUU PPRT dari Kantor Staf Presiden dan sejumlah kementerian/lembaga yang secara maraton menyelesaikan pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU PPRT.

Pada 23 April 2023, Presiden Joko Widodo mengirimkan Surat Presiden untuk RUU PPRT ke DPR dan menunjuk kementerian terkait untuk melakukan pembahasan RUU PPRT bersama DPR. Terakhir, pada 15 Mei 2023 pemerintah mengirimkan DIM RUU PPRT ke pimpinan DPR untuk pembahasan RUU PPRT bersama DPR.

Jika melihat target pemerintah, seharusnya pasca diserahkannya DIM RUU PPRT ke DPR, pembahasan RUU tersebut berlanjut. Apalagi saat penyerahan DIM tersebut DPR baru membuka masa persidangan. Wamenkumham menargetkan, akhir Mei proses legislasi RUU PPRT masuk tahap pembahasan di DPR.

Secara teknis dan mekanisme legislasi, untuk bisa membawa RUU PPRT ke dalam Rapat Paripurna dan disahkan, RUU tersebut harus dibahas terlebih dahulu pada tingkat rapat Bamus. Namun sayangnya, Hingga delapan bulan berlalu, proses legislasi RUU PPRT belum pernah dibawa dalam pembahasan rapat bersama dan masih tertahan di meja Ketua DPR RI Puan Maharani.

Menurut Willy RUU ini sangat urgen untuk melindungi pekerja rumah tangga (PRT) di Tanah Air yang berjumlah sekitar 5 juta orang. Untuk itu, komitmen DPR dan kerja maraton yang ditunjukkan tim pemerintah saat merampungkan DIM menjadi sebuah harapan besar bagi para PRT yang telah menanti selama 19 tahun akan hadirnya payung hukum perlindungan profesi mereka.

“Sejatinya rancangan undang-undang ini tidak hanya melindungi PRT tapi juga pemberi kerja. Belum adanya ketetapan waktu pengesahan membuat masyarakat harus mendorong RUU ini khususnya kepada pimpinan DPR,” jelasnya. (Z-8)

WAKIL Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengaku dirinya belum bisa berkomentar lebih jauh terkait kapan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) akan dibahas dalam Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR.

“(Sekarang) saya belum bisa berkomentar lebih jauh. Nanti pada saat masuk masa sidang, baru kita akan membahas rancangan undang-undang ini,” ujar wakil Ketua DPR RI kepada Media Indonesia di Jakarta pada Kamis (11/1).

Harapan masyarakat terkait adanya pembahasan RUU PPRT sempat muncul pada saat Rapat Paripurna DPR pada 21 Maret 2023 yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani. Pada kesempatan tersebut, Puan menetapkan RUU PPRT sebagai RUU Inisiatif DPR. Namun, hal tersebut ternyata hanya harapan palsu.

Baca juga : RUU PPRT Jadi Utang Janji yang harus Ditepati Pemerintahan Jokowi

Koordinator Jaringan Nasional Advokasi (Jala) PRT Lita Anggraini mengatakan dengan tersanderanya RUU PPRT selama bertahun-tahun di meja Puan Maharani, menunjukkan bahwa DPR RI tidak berpihak dan tidak memiliki empati kepada kelompok PRT.

Baca juga : Nasib RUU PPRT Stagnan dan Digantung Hingga Jelang Akhir Periode DPR Pimpinan Puan

“Proses RUU yang lain seperti Cipta Kerja dibahas begitu cepat, sedangkan untuk RUU PPRT masih terus disandera, padahal proses masuknya kedua RUU dalam prolegnas hampir bersamaan. Selain itu isi dari RUU PPRT juga tak sebanyak RUU Ciptaker. Artinya tidak ada keberpihakan DPR RI terhadap pekerja rumah tangga yang selama ini telah menopang ekonomi nasional,” ujarnya.

Menurut Lita, pengesahan RUU PPRT sangat urgent untuk melindungi para pekerja di ranah domestik yang didominasi kelompok perekpuan. Jika RUU PPRT disahkan, lanjut Lita maka pembangunan akan inklusi. Dampak lain adalah jumlah angkatan tenaga kerja perempuan juga akan naik secara signifikan karena lebih dari 5 juta perempuan akan diakui sebagai tenaga kerja.

“Jika RUU terus disandra, semakin memperlihatkan bahwa DPR RI seperti mengecilkan arti PRT yang telah menopang jutaan warga negara lain bisa beraktivitas. Padahal ini sangat urgent pekerja PRT masuk dalam kelompok kerja yang rentan terhadap eksploitasi, diskriminasi dan berbagai pelecehan seksual serta perbudakan modern,” ungkapnya.

Lebih lanjut, pihak Jala PRT akan terus melakukan berbagai aksi mogok makan dan berbagai aksi teatrikal untuk mendesak dan mendorong Puan Maharani agar segera bergerak mengesahkan RUU PPRT. Aksi mogok makan pertama dilakukan pada tahun 2011 di depan gerbang DPR dan hingga kini, PRT tetap menggelar aksi mogok makan bergantian.

“Kami akan terus melakukan aksi harian mogok makan di depan DPR. sebagai simbolisasi solidaritas PRT. Januari ini menjelang masa sidang, kami akan melakukan aksi teatrikal menggembok gerbang DPR dengan gembok raksasa untuk sebagai simbolisasi DPR yang terus menggembok RUU PPRT. Kami juga akan membuat lukisan raksasa sebagai simbolis bahwa selama ini PPRT masih berada dalam situasi perbudakan modern,” jelasnya.

Ketua Panitia Kerja RUU PPRT DPR RI, Willy Aditya menuturkan, keputusan pengesahan ada di tangan pimpinan DPR. Kendati ada dorongan dari berbagai fraksi dan sudah menerima Surat Presiden dan Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari pemerintah, pimpinan lembaga legislatif tak kunjung melanjutkan proses legislasi RUU tersebut. Dikatakan bahwa pengesahan tersebut tidak akan terlaksana jika pucuk pimpinan tak memberi sinyal positif.

“Bisa ditanyakan langsung kepada ketua DPR mengapa belum juga disahkan, karena DIM sudah keluar dan tidak terlalu banyak. Tetapi sampai saat ini RUU PPRT ini tidak bergerak sama sekali, belum pernah dibawa ke rapat badan musyawarah atau rapat pimpinan. Jadi lambat atau cepatnya proses pengesahan ini tergantung pada pimpinan khususnya ketua DPR,” ungkap Willy kepada Media Indonesia.

Pada Maret-Mei 2023, dibentuk tim pemerintah melalui Gugus Tugas RUU PPRT dari Kantor Staf Presiden dan sejumlah kementerian/lembaga yang secara maraton menyelesaikan pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU PPRT.

Pada 23 April 2023, Presiden Joko Widodo mengirimkan Surat Presiden untuk RUU PPRT ke DPR dan menunjuk kementerian terkait untuk melakukan pembahasan RUU PPRT bersama DPR. Terakhir, pada 15 Mei 2023 pemerintah mengirimkan DIM RUU PPRT ke pimpinan DPR untuk pembahasan RUU PPRT bersama DPR.

Jika melihat target pemerintah, seharusnya pasca diserahkannya DIM RUU PPRT ke DPR, pembahasan RUU tersebut berlanjut. Apalagi saat penyerahan DIM tersebut DPR baru membuka masa persidangan. Wamenkumham menargetkan, akhir Mei proses legislasi RUU PPRT masuk tahap pembahasan di DPR.

Secara teknis dan mekanisme legislasi, untuk bisa membawa RUU PPRT ke dalam Rapat Paripurna dan disahkan, RUU tersebut harus dibahas terlebih dahulu pada tingkat rapat Bamus. Namun sayangnya, Hingga delapan bulan berlalu, proses legislasi RUU PPRT belum pernah dibawa dalam pembahasan rapat bersama dan masih tertahan di meja Ketua DPR RI Puan Maharani.

Menurut Willy RUU ini sangat urgen untuk melindungi pekerja rumah tangga (PRT) di Tanah Air yang berjumlah sekitar 5 juta orang. Untuk itu, komitmen DPR dan kerja maraton yang ditunjukkan tim pemerintah saat merampungkan DIM menjadi sebuah harapan besar bagi para PRT yang telah menanti selama 19 tahun akan hadirnya payung hukum perlindungan profesi mereka.

“Sejatinya rancangan undang-undang ini tidak hanya melindungi PRT tapi juga pemberi kerja. Belum adanya ketetapan waktu pengesahan membuat masyarakat harus mendorong RUU ini khususnya kepada pimpinan DPR,” jelasnya. (Z-8)

 

Partai

Institusi

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi