MUI Tolak Mustafa Kemal Ataturk Jadi Nama Jalan di Jakarta dalam Memori Hari Ini, 17 Oktober 2021

MUI Tolak Mustafa Kemal Ataturk Jadi Nama Jalan di Jakarta dalam Memori Hari Ini, 17 Oktober 2021

JAKARTA – Memori hari ini, empat tahun yang lalu, 17 Oktober 2021, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menolak rencana pemerintah gunakan nama Mustafa Kemal Ataturk sebagai nama jalan di Menteng, Jakarta Pusat. MUI meyakini Bapak Turki Modern itu tak layak dihargai karena pikirannya dianggap menyesatkan.

Sebelumnya, pemerintah Indonesia-Turki ingin mempererat hubungan persahabatan. Keduanya negara berencana bertukar nama toko nasional jadi nama jalan di negaranya masing-masing.

Eksistensi Ataturk sebagai tokoh yang peduli masa depan Turki tak diragukan. Ia jadi orang yang punya visi besar. Ia menyaksikan sendiri bagaimana Kekaisaran Ottoman atau Kesultanan Utsmaniyah mulai pontang-panding.

Sistem kekhalifahannya sudah kuno. Ataturk pun bergerak mengubah segalanya. Ia tak mau bangsa Turki hidup sengsara di bawah monarki. Ia menggelorakan perang kemerdekaan dari 1919-1923 dan berhasil.

Ataturk lalu menghadirkan Republik Turki modern pada 1924. Ia jadi presiden pertama Turki. Ia juga membawa Turki jadi negara sekular. Ajian itu berhasil membuat Turki terus bertumbuh jadi negara besar di dunia. Alhasil, jasa besar Ataturk tak bisa dilupakan dalam ingatan sejarah rakyat Turki.

Kondisi itu terlihat kala Indonesia-Turki ingin mempererat hubungan persahabatan pada 2021. Kedua negara sepakat dengan wacana menganugerahkan nama toko nasional masing-masing jadi nama jalan. Indonesia memilih nasa Soekarno jadi nama salah satu jalan di Ankara.

Turki memilih nama Ataturk jadi nama salah satu jalan di Menteng, Jakarta. Kedua nama yang diinginkan sama-sama punya peran besar sebagai founding father. Rencananya peresmian nama jalan akan dihadiri langsung oleh Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan tahun depan, atau 2022.

Kehadiran nama jalan itu dianggap akan membuat hubungan kedua negara semakin dekat. Apalagi, sebagaimana dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, sosok Ataturk jadi salah tokoh yang menginspirasi perjuangan kaum bumiputra lepas dari belenggu penjajahan.

“Kami sudah meminta komitmen dari pemerintah DKI Jakarta untuk pemerintah memberikan nama jalan dengan founding father-nya Turki di Jakarta. Dalam hal ini, melalui wakil gubernur pada saat itu, sudah mengalokasikan salah satu jalan di daerah Menteng.”

“Itu yang nantinya akan diberikan nama founding father Turki. Diharapkan jalan yang nanti dengan nama Bapak Bangsa Turki di DKI Jakarta itu, nantinya diharapkan akan diresmikan pada saat kunjungan Presiden Erdogan ke Jakarta,” ungkap Duta Besar Indonesia di Ankara, Muhammad Iqbal sebagaimana dikutip laman detik.com, 15 Oktober 2021.

Bapak Turki Modern, Mustafa Kemal Ataturk (kanan). (Wikimedia Commons)

Rencana penamaan jalan dengan nama tokoh nasional masing-masing mendapatkan sambutan yang luas. Namun, MUI ikut angkat bicara pada 17 Oktober 2021. Mereka menyatakan penolakannya terhadap Ataturk yang notabene tokoh sekular jadi nama jalan di Jakarta.

MUI memandang Ataturk punya pikiran yang sesat dan memisahkan dalam konteks penerapan sekularisme di Turki. Narasi itu karena sekularisme dianggap MUI adalah paham yang bertentangan dengan Islam.

Sekular dianggap paham yang menjauhan agama dalam urusan politik. Ataturk pun dipandang tokoh yang mengacak-acak Islam di Turki. Ataturk semasa hidupnya telah menjauhkan rakyat Turki dari Islam. Penolakan itu membuat rencana penamaan jalan belum terealisasi hingga kini.

“Jadi Ataturk ini adalah seorang tokoh yang sangat sekular, yang tidak percaya ajaran agamanya akan bisa menjadi solusi dan akan bisa membawa Turki menjadi negara maju. Oleh karena itu kalau pemerintah tetap akan mengabadikan namanya menjadi salah satu nama jalan di Ibukota Jakarta hal itu jelas merupakan sebuah tindakan yang tidak baik dan tidak arif serta jelas-jelas akan menyakiti dan mengundang keresahan di kalangan umat Islam,” ujar Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas sebagaimana dikutip laman CNN Indonesia, 17 Oktober 2021.