Surabaya (beritajatim.com) – Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur menghadapi tantangan serius dalam memperkuat struktur organisasinya hingga ke tingkat paling bawah. Dalam Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) yang diselenggarakan Lembaga Pengembangan Cabang Ranting dan Pembinaan Masjid (LPCRPM), terungkap bahwa jumlah Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) masih jauh dari target ideal.
Ketua LPCRPM PWM Jatim, Dr. Hasan Ubaidillah, menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi ini. Ia menilai lemahnya keberadaan ranting dapat menjadi ancaman nyata bagi eksistensi gerakan Muhammadiyah di tengah masyarakat.
“Kalau cabang dan ranting mati, maka mati pula gerak Muhammadiyah di masyarakat,” ujar Hasan Ubaidillah, yang akrab disapa Ubaid, dalam Rakorwil di Kantor PWM Jatim, Surabaya, Sabtu (10/5/2025).
Data yang dipaparkan menunjukkan bahwa meskipun struktur cabang Muhammadiyah telah mencakup sekitar 82 persen dari total 666 kecamatan di Jawa Timur (sebanyak 549 cabang), namun di tingkat ranting kondisinya masih jauh tertinggal. Dari 8.501 desa dan kelurahan di provinsi ini, baru sekitar 43 persen yang memiliki PRM.
“Kita butuh percepatan untuk memenuhi target tersebut. Semangat kolaborasi, gerak cepat, dan keberanian bertindak harus menjadi karakter pengembangan ranting ke depan,” tegas Ubaid.
Ia menambahkan bahwa kesenjangan antara jumlah cabang dan ranting mencerminkan belum meratanya jangkauan dakwah Muhammadiyah hingga ke desa-desa. Padahal, ranting merupakan ujung tombak organisasi dalam menyentuh langsung kehidupan masyarakat.
“Ranting yang hidup akan menjadi pelayan masyarakat, tempat solusi, dan pusat gerakan dakwah. Di situlah wajah Muhammadiyah paling nyata dirasakan,” tambah dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) ini.
Masalah serupa juga ditemukan dalam pengelolaan masjid Muhammadiyah. LPCRPM mengakui bahwa tidak semua masjid mampu menjalankan fungsi sosial secara inklusif dan berkelanjutan. Banyak di antaranya masih menjalankan peran tradisional sebagai tempat ibadah semata, tanpa mengembangkan fungsi pemberdayaan masyarakat.
Ubaid menegaskan pentingnya transformasi masjid menjadi pusat perubahan sosial. “Masjid harus hadir dengan wajah yang inklusif, peduli pada keberlanjutan lingkungan dan juga keberpihakan pada kelompok yang selama ini terpinggirkan,” jelasnya.
Sebagai langkah konsolidasi, LPCRPM merencanakan Jambore Cabang, Ranting, dan Masjid pada tahun ini. Namun, Ubaid mengingatkan bahwa agenda tersebut tidak boleh menjadi seremoni belaka tanpa dibarengi langkah konkret memperkuat struktur bawah.
“Dengan semangat kolaboratif dan visi pembaruan, kami berkomitmen menjadikan cabang, ranting, dan masjid sebagai kekuatan strategis dalam meneguhkan dakwah dan tajdid Muhammadiyah di tengah masyarakat,” tandasnya. [asg/beq]
