MK Kabulkan Sebagian Gugatan Ketentuan Ambang Batas Parlemen, Ini Maksud dan Sejarahnya

3 March 2024, 15:25

TEMPO.CO, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan uji materi Perludem terkait ketentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar empat persen suara sah nasional. MK menyatakan hal tersebut melalui putusan perkara nomor 116/PUU-XXI/2023 yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Menyatakan norma Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan pada Kamis 29 Februari 2024.Diketahui, ketentuan ambang batas parlemen sebesar 4 persen suara sah nasional diatur dalam Pasal 414 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. MK menilai aturan tersebut telah mereduksi hak rakyat sebagai pemilih.Menanggapi Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan ketentuan ambang batas parlemen tersebut. Lantas, apa itu Parliamentary Threshold?Parliamentary ThresholdMerujuk pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 juncto Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), parliamentary threshold merupakan ketentuan batas minimal perolehan suara yang harus didapatkan partai politik (parpol) peserta pemilu untuk bisa menempatkan calon anggota legislatif (caleg) di parlemen. Dengan kata lain, parliamentary threshold adalah syarat ambang batas perolehan suara parpol agar bisa masuk di parlemen.Oleh karena itu, parliamentary threshold yang ditetapkan dalam undang-undang secara tidak langsung dinilai dapat mewujudkan penyelenggaraan sistem tata kelola pemerintahan yang baik atau good governance. Pasalnya, ambang batas parlemen menghendaki adanya pengerucutan terhadap parpol yang ingin mendapatkan kursi di parlemen.Sejarah Parliamentary Threshold di IndonesiaParliamentary threshold pertama kali diterapkan pada Pemilu 2009 yang dirumuskan secara implisit dalam Pasal 202 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Berdasarkan pasal tersebut, parpol peserta pemilu kala itu harus mencapai ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5 persen dari jumlah suara sah secara nasional agar dapat diikutkan dalam penentuan perolehan kursi di Senayan.Selanjutnya, pada Pemilu 2014, target suara yang harus diperoleh parpol meningkat menjadi 3,5 persen. Hal ini termaktub dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD.  Sedangkan pada Pemilu 2019, parliamentary threshold yang ditetapkan sebesar 4 persen suara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Begitu pula pada Pemilu 2024, parpol peserta pemilu harus menyentuh ambang batas perolehan suara parlemen setidaknya 4 persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan kursi anggota DPR.“Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR,” bunyi Pasal 414 UU Pemilu.Sebagai informasi, perihal pengujian konstitusionalitas ambang batas parlemen di MK bukanlah yang pertama kali. Paling tidak terdapat enam putusan Mahkamah berkaitan dengan pengujian konstitusionalitas parliamentary threshold sejak diberlakukan pada 2009 hingga 2020.Adapun di antaranya adalah Putusan No 3/PUU- VII/2009 tertanggal 13 Februari 2009, Putusan No 52/PUU-X/2012 tertanggal 29 Agustus 2012, Putusan No. 51/PUU- X/2012 tertanggal 29 Agustus 2012, Putusan No.56/PUU-XI/2013 tertanggal 7 Mei 2013 Putusan No. 20/PUU- XVI/2018 bertanggal 4 April 2018, dan Nomor 48/PUU- XVIII/2020. Pada gugatan terakhir ini, Permohonan tidak dapat diterima karena kekeliruan legal standing.KHUMAR MAHENDRA | EKA YUDHA SAPUTRA | LAILI IRA | SAPTO YUNUS
Pilihan editor: Ambang Batas Ideal Pemilu 2029

Tokoh

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Statement

Fasum

Transportasi