Mirip Tragedi Kanjuruhan, Alasan Polri Sebut Efek Gas Air Mata di Pulau Rempang karena Tertiup Angin

12 September 2023, 14:25

TEMPO.CO, Jakarta – Aparat keamanan bagai tak ada kapoknya menggunakan gas air mata untuk memecah kericuhan. Terbaru adalah dalam kasus bentrok di Pulau Rempang, Kota Batam pada Kamis, 7 September 2023. Gas air mata tersebut bahkan dilaporkan berdampak pada anak-anak sekolah. Polri menyebutkan alasan gas air mata tertiup angin.Polri menyatakan tembakan gas air mata yang dilepaskan aparat kepolisian saat bentrokan tertiup angin sehingga mengarah ke sekolah di Pulau Rempang-Galang, Batam, Kepulauan Riau, pada Kamis, 7 September 2023. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan membantah ada korban luka-luka yang menimpa aparat keamanan maupun warga.Ia membantah ada siswa pingsan maupun bayi yang meninggal dalam peristiwa ini. “Yang ada karena tindakan pengamanan oleh aparat kepolisian dengan menyemprotkan gas air mata ketiup angin, sehingga terjadi gangguan penglihatan untuk sementara,” kata Ramadhan di Gedung Bareskrim Polri, pada Jumat, 8 September 2023.Padahal Oktober lalu ratusan orang tewas dan luka gara-gara gas air mata di Stadion Kanjuruhan, Malang. Lucunya, terdakwa Tragedi Kanjuruhan itu, eks Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, sempat divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya. Alasannya? Gas air mata tidak ditembakkan ke arah kerumunan. Zat itu terbawa angin dan mengenai masa.“Penembakan gas air mata yang dilakukan anggota Samapta dalam komando terdakwa Bambang saat itu asap yang dihasilkan tembakan gas air mata pasukan terdorong angin ke arah selatan menuju ke tengah lapangan,” kata Ketua Majelis Hakim Abu Achmad Sidqi Amsya, saat membacakan putusan, Kamis, 16 Maret 2023.Sebagai pengingat, tragedi Kanjuruhan terjadi pascapertandingan Liga 1 antara Persebaya vs Arema FC pada 1 Oktober 2022. Sebanyak 135 orang tewas dan ratusan lainnya terluka akibat peristiwa ini. Insiden bermula ketika peluit panjang dibunyikan wasit dalam pertandingan yang berakhir dengan skor 3-2 untuk kemenangan Persebaya. Beberapa orang pendukung Arema FC kemudian masuk ke lapangan untuk memberi semangat pemain tuan rumah.Aparat keamanan ikut merangsek ke para pendukung Arema itu. Cilakanya, mereka kemudian menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton. Tribun yang disesaki pendukung tuan rumah itu pun berubah jadi neraka. Asap pekat yang membuat dada sesak dan mata perih itu membuat ribuan orang kocar-kacir menuju pintu keluar. Korban pun berjatuhan.Iklan

Tim Gabungan Independen Pencari Fakta atau TGIPF Tragedi Kanjuruhan menyimpulkan gas air mata jadi penyebab utama kematian massal di insiden tersebut. “Kemudian yang mati dan cacat, serta sekarang kritis dipastikan itu terjadi karena desak-desakan setelah ada gas air mata yang disemprotkan, itu penyebabnya,” kata Ketua Tim TGIPF Tragedi Kanjuruhan Mahfud MD dalam konferensi pers di Istana, Jumat, 14 Oktober 2022.Ada 6 orang yang awalnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka yakni Kepala Satuan Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, Komandan Kompi Brimob Polda Jawa Timur AKB Hasdarman, dan Kepala Bagian Operasional Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto. Sedangkan dari sipil Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan Abdul Haris, dan Security Officer Suko Sutrisno.Abdul Haris divonis 1 tahun 6 bulan penjara. Suko divonis 1 tahun penjara. Hasdarmawan juga divonis 1 tahun 6 bulan. Akhmad bebas dari tahanan pada Desember, berkasnya tak kunjung lengkap. Hingga kini statusnya masih tersangka. Dua polisi lainnya, Bambang dan Wahyu sempat divonis bebas. Namun, vonis tersebut dianulir Mahkamah Agung. Bambang divonis 2 tahun penjara. Sedang Wahyu dihukum penjara 2,5 tahun.HENDRIK KHOIRUL MUHID  | TIM TEMPO.COPilihan Editor: Polisi Tangkap dan Tes Urine 43 Pengunjuk Rasa di BP Batam, Koalisi Masyarakat Sipil Bersuara Tragedi Pulau Rempang