Smotrich: Kami Tak Akan Biarkan Negara-Negara Arab Mendirikan Negara Palestina
TRIBUNNEWS.COM – Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich menyatakan kalau Israel akan terus berupaya memperkuat cengkeramannya di seluruh kawasan, khaberni melaporkan, Selasa (17/12/2024).
Smotrich juga menekankan kalau Israel tidak akan membiarkan negara-negara Arab memisahkan ‘Gush Etzion’ dari Yerusalem, pusat Israel.
Sebagai informasi, Gush Etzion (Blok Etzion) adalah gugusan pemukiman Israel yang terletak di Pegunungan Yudea, tepat di sebelah selatan Yerusalem dan Betlehem di Tepi Barat.
Pembentukan Negara Palestina, secara akan memutus Gush Etzion dari Yerusalem.
Ia menegaskan penolakannya terhadap pembentukan negara Palestina, mengingat hal itu merupakan ancaman bagi eksistensi Israel.
Peta Tepi Barat. (credit foto Louisa Vieira/united nations)
Israel Rebut 5 Ribu Hektare Tanah di Tepi Barat
Terkait upaya menghalangi terbentuknya negara Palestina, sekitar 5.000 hektare tanah di Tepi Barat, Palestina telah direbut oleh zionis Israel.
Hal itu juga diumumkan Bezalel Smotrich.
Smotrich menyebut jumlah tepatnya tanah di wilayah Tepi Barat yang direbut, yakni seluas 24.000 dunum atau sekitar 5.930,5 hektar).
Sementara Pusat Informasi Palestina menyebut Israel mengatakan tanah itu sebagai “tanah negara”.
Pemerintahan zionis menyebut langkah itu diharapkan akan berdampak pada perencanaan regional dan membentuk kembali wilayah tersebut.
“Tepat pada waktunya, hari ini kami menyelesaikan proses rumit untuk mengumumkan 24.000 dunum tanah negara baru di Tepi Barat,” kata Smotrich, mengutip Al Mayadeen.
Smotrich juga bersikeras akan menggunakan tanah yang direbut itu untuk dibangun, salah satunya sebagai pemukiman.
“Proses ini menciptakan rangkaian pemukiman, membangun cadangan lahan bagi Israel untuk membangun pemukiman, infrastruktur, dan jalan.”
“Serta menjamin bahwa kami akan terus memperkuat pemukiman, dan kami akan tetap di sini,” tambah Menteri Israel tersebut.
Dalam sebuah posting di X, Smotrich menekankan bahwa lebih dari 23.000 dunam tanah untuk kepentingan pemukiman di Yosh.
“Kami menentukan fakta di lapangan dan menggagalkan pendirian negara Palestina!”
Media Channel 14 menjelaskan bahwa pemukiman ilegal Israel Ma’ale Adumim, yang terletak di sebelah timur al-Quds yang diduduki, akan diperluas sekitar 2.600 dunum (642 hektar) ke selatan.
Hal ini menciptakan rantai pemukiman yang terkait dengan pemukiman ilegal Kedar.
Perluasan tambahan direncanakan untuk pemukiman ilegal seperti Migdal Oz dan Susya di Tepi Barat selatan, serta Yafit di Lembah Yordan, catat media tersebut.
Deklarasi ini mewakili hampir setengah dari tanah yang dirampas dengan status “tanah negara” sejak penandatanganan Perjanjian Oslo pada tahun 1993, sebagaimana disorot oleh Middle East Monitor.
Arab Saudi Tinggalkan Pakta Pertahanan AS karena Kebuntuan Status Negara Palestina
Terkait manuver Israel Arab Saudi telah “menghentikan upayanya” untuk mencapai perjanjian pertahanan dengan AS sebagai imbalan atas normalisasi hubungan dengan Israel dan kini tengah mencari perjanjian yang “lebih sederhana”, Reuters mengutip pernyataan dua pejabat Saudi dan empat pejabat Barat pada 29 November lalu.
Sumber tersebut mengatakan Putra Mahkota Saudi Mohamed bin Salman (MbS) telah menegaskan kembali syarat bahwa normalisasi dengan Israel harus bergantung pada komitmen Tel Aviv untuk bekerja menuju pembentukan negara Palestina yang merdeka, sejalan dengan Inisiatif Perdamaian Arab 2002.
Sumber-sumber yang dikutip di media-media Barat mengungkapkan bahwa Riyadh kini tengah mencari kesepakatan yang ‘lebih sederhana’ yang mengabaikan normalisasi dengan Israel.
“Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu masih berhasrat untuk mengamankan normalisasi dengan negara adidaya Saudi sebagai tonggak sejarah dan tanda penerimaan yang lebih luas di dunia Arab,” sumber tersebut menambahkan.
Namun Perdana Menteri Israel tahu bahwa langkah apa pun menuju solusi dua negara akan memecah belah koalisi yang berkuasa, kata mereka.
Akibat posisi Arab Saudi dan Israel, “Riyadh dan Washington berharap pakta pertahanan yang lebih sederhana dapat dicapai sebelum Presiden Joe Biden meninggalkan Gedung Putih pada bulan Januari,” menurut sumber-sumber Saudi dan Barat.
Awal tahun ini, sejumlah laporan menyebutkan Arab Saudi tengah mengupayakan pakta pertahanan dengan Washington, akses ke persenjataan AS yang lebih baik, dan program nuklir yang didukung AS sebagai imbalan atas normalisasi hubungan dengan Israel.
Namun, Riyadh secara terbuka berpegang pada posisinya bahwa normalisasi apa pun dengan Israel harus bergantung pada komitmen untuk bekerja menuju negara Palestina – sesuatu yang terus ditolak mentah-mentah oleh Tel Aviv.
Namun, The Guardian melaporkan pada bulan Mei bahwa kerajaan tersebut mulai mendorong pakta pertahanan yang “lebih sederhana” dengan AS yang mengabaikan kesepakatan normalisasi dengan Israel karena keengganan Tel Aviv terhadap negara Palestina yang merdeka.
Laporan Reuters muncul dua hari setelah gencatan senjata yang rapuh dan tidak pasti antara Hizbullah dan Israel mulai berlaku di Lebanon.
Presiden AS Joe Biden mengatakan minggu ini bahwa gencatan senjata di Lebanon membawa Washington lebih dekat ke visinya untuk Asia Barat yang “lebih terintegrasi”, mengacu pada normalisasi negara-negara Arab dengan Israel.
“Saya memuji keputusan berani yang diambil oleh para pemimpin Lebanon dan Israel untuk mengakhiri kekerasan. Keputusan ini mengingatkan kita bahwa perdamaian itu mungkin,” imbuh presiden.
Israel telah berulang kali melanggar gencatan senjata Lebanon dalam dua hari terakhir dengan melakukan pengeboman, serangan artileri, dan upaya untuk masuk lebih dalam ke wilayah Lebanon.
Presiden AS melanjutkan dengan mengatakan bahwa Washington tetap siap menjadi penengah perdamaian antara Israel dan Arab Saudi yang akan mencakup “jalur yang kredibel untuk mendirikan negara Palestina.”
(oln/khbrn/*)