Jakarta –
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI resmi mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024. Hasilnya, prevalensi stunting nasional turun dari 21,5 persen pada 2023 menjadi 19,8 persen tahun ini.
Pengumuman disampaikan dalam acara diseminasi di Auditorium Siwabessy, Gedung Kemenkes, Jakarta Selatan, Senin (26/5/2025).
“Target kita tahun lalu 20,1 persen. Alhamdulillah, hasilnya 19,8 persen. Artinya, kita berhasil melampaui target sebesar 0,3 persen,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam sambutannya.
Meski begitu, Budi mengingatkan tantangan masih besar. Pemerintah menargetkan prevalensi stunting turun jadi 18,8 persen pada 2025 dan 14,2 persen di 2029, sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
“Target ini cukup menantang. Kita harus turun 7,3 persen dalam lima tahun,” ujarnya.
Budi juga menyebut enam provinsi dengan jumlah balita stunting tertinggi yang jadi prioritas penanganan, yakni:
Jawa Barat: 638 ribu balitaJawa Tengah: 485.893 balitaJawa Timur: 430.780 balitaSumatera Utara: 316.456 balitaNTT: 214.143 balitaBanten: 209.600 balita
“Kalau enam provinsi ini bisa kita turunkan 10 persen, maka nasional bisa turun 4-5 persen,” tegasnya.
Lebih lanjut, Menkes menyoroti pentingnya intervensi sejak masa kehamilan. Ia menekankan distribusi tablet tambah darah, pengukuran lingkar lengan ibu hamil, pemeriksaan hemoglobin (Hb), dan suplementasi mikronutrien.
“Stunting itu dimulai dari kandungan. Jangan sampai ibu hamil anemia atau kurang gizi,” jelasnya.
Program penguatan Posyandu juga terus dilakukan, termasuk distribusi 300 ribu alat antropometri, dukungan ASI eksklusif, pemberian makanan tambahan (PMT), dan imunisasi.
NEXT: Menyelamatkan 337 ribu balita dari stunting
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kemenkes, Prof Asnawi Abdullah, menyebut penurunan stunting ini berhasil menyelamatkan sekitar 337 ribu balita dari risiko stunting, lebih tinggi dari target RPJMN sebesar 325 ribu.
Namun, ia mengingatkan adanya kesenjangan prevalensi antarwilayah dan kelompok sosial ekonomi.
“Kelompok pendapatan sangat rendah jauh lebih rentan terhadap stunting. Ini perlu jadi fokus intervensi,” ujarnya.
SSGI 2024 dilakukan di 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota, dengan dukungan berbagai pihak termasuk WHO, CEMMIO, RedPhone, dan Prospera. Data hasil survei juga bisa diakses publik melalui situs resmi BKPK Kemenkes.
“Data ini harus dimanfaatkan untuk perencanaan dan evaluasi program, agar kebijakan benar-benar berdampak,” tutup Prof Asnawi.
Simak Video “Video: IDAI Minta Kinerja Menkes Dievaluasi Presiden Prabowo”
[Gambas:Video 20detik]
