Menag Nasaruddin memberikan contoh relasi manusia dengan tumbuhan dan hewan.
“Wahai Kembang, wahai Kucing, engkau adalah aku, aku adalah engkau. Engkau layu, pertanda kamu tidak makan, tidak minum. Aku harus menyiram engkau, Aku harus memberi makan engkau, karena engkau lapar. Aku rasakan bagaimana pedihnya kalau aku lapar,” ucap dia.
Hal ini, menurutnya sesuai dengan konsep Ukhuwah Maklukiyah, yakni persaudaraan sesama ciptaan.
“Wahai sungai, engkau adalah aku. Aku tidak suka yang kotor. Maka aku tidak boleh menjadikan engkau sebagai WC umum atau tong sampah umum,” kata Nasaruddin.
Ia menyebut pandangan ini sebagai ekoteologi landasan moral menjaga lingkungan dan sesama makhluk.
Kemenag berharap Harmony Award 2025 menjadi ruang konsolidasi seluruh pemangku kepentingan, tokoh agama, pemerintah daerah, FKUB, dan masyarakat, untuk memperkuat moderasi beragama dan mempertahankan kerukunan nasional.
Nasaruddin menegaskan bahwa Indonesia adalah contoh unik keragaman dunia yang mampu menghadirkan harmoni.
“Di kolom langit ini, negara yang paling plural tidak ada 2 nya, di Indonesia ini. Tetapi kita bisa mempersembahkan contoh keharmonisan,” kata dia.
Kemenag menilai tugas ke depan adalah memastikan harmoni tetap terjaga di tengah meningkatnya tantangan sosial dan dinamika keberagaman.
“Kenapa kita harus berkonflik kalau bisa damai? Mari kita menjadi malaikat dalam citranya yang selalu menginginkan adanya keharmonisasi,” pungkas Nasaruddin.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5427318/original/058127200_1764375846-Menag.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)