Media Israel: Mesin Bubut Masuk Terowongan, Hamas kembali Bikin Roket di Gaza, Ada Ratusan
TRIBUNNEWS.COM – Majalah Israel, Epoch mengutip sumber keamanan negara pendudukan tersebut mengabarkan kalau gerakan pembebasan Palestina, Hamas kembali mampu membuat roket di Gaza.
Roket-roket ini kemudian diluncurkan ke Israel, merujuk insiden kian intensifnya serangan ke wilayah pendudukan Israel dalam beberapa pekan belakangan dari Gaza yang sudah dibombardir pasukan Israel (IDF) selama 15 bulan lebih sejak 7 Oktober 2023.
“Penembakan roket Hamas ke Israel merupakan indikasi pemulihan kekuatan militernya,” kata laporan tersebut dilansir Khaberni, Jumat (10/1/2025).
Laporan menambahkan, pulihnya kekuatan militer Hamas itu ditunjang oleh supporting unit, unit teknis pembuat dan perakit peledak dan persenjataan di dalam jaringan terowongan di Gaza.
“Hamas memiliki ratusan roket baru yang diproduksi setelah memasukkan “mesin bubut” ke dalam terowongan,” kata laporan tersebut.
Gerakan perlawanan Palestina memamerkan roket dan persenjataan mereka dalam sebuah parade militer sebelum terjadinya Perang Gaza.
Jumlah Roket Hamas Masih Ratusan
Pada tanggal 6 Januari, milisi perlawanan di Gaza utara diketahui menembakkan tiga roket ke Sderot, Ibim, dan Nir Am, yang salah satunya dicegat oleh Angkatan Udara Israel.
Adapun dua roket lainnya menyebabkan kerusakan tetapi tidak ada korban luka.
“Serangan itu terjadi setelah berhari-hari sirene berbunyi di Israel selatan, hanya beberapa di antaranya yang merupakan alarm palsu,” tulis laporan media Israel JNS, menggambarkan tingginya intensitas serangan ke wilayah pendudukan Israel dari Gaza dalam beberapa pekan belakangan.
Laporan itu mengulas, serangan ini menggarisbawahi ancaman yang sangat berkurang namun terus-menerus yang ditimbulkan oleh Hamas dan Jihad Islam Palestina (PIJ).
Ulasan media tersebut mengklaim kalau persenjataan roket dan kemampuan operasional Hamas dan PIJ telah menurun secara signifikan sejak dimulainya perang pada 7 Oktober 2023.
Pada awal perang, Hamas dan PIJ dilaporkan memiliki 15.000 roket dan pasukan penyerang yang terdiri dari lima brigade dan satu divisi yang mampu merebut wilayah Israel dan melakukan serangan (Banjir Al-Aqsa 7 Oktober).
“Saat ini, sisa-sisa mereka terdiri dari sel-sel gerilya yang tersebar dengan senjata ringan, granat berpeluncur roket, dan bahan peledak—serta beberapa proyektil. Penilaian Israel menunjukkan bahwa kelompok-kelompok ini secara kolektif memiliki tidak lebih dari puluhan roket yang tersisa,” kata laporan itu menunjukkan hasil assesment militer Israel (IDF) terhadap kekuatan milisi perlawanan Palestina.
Namun, profesor Kobi Michael, peneliti senior di Institut Studi Keamanan Nasional yang berpusat di Tel Aviv dan Institut Misgav untuk Keamanan Nasional dan Strategi Zionis di Yerusalem, meyakini jumlah roket milisi perlawanan Palestina kemungkinan lebih dari ‘cuma’ segelintir.
“Saya kira jumlahnya lebih dari puluhan. Saya kira jumlahnya sekitar beberapa ratus roket. Kita harus ingat bahwa Hamas telah mempersiapkan diri sebelumnya untuk meluncurkan rentetan serangan besar-besaran ke Israel, dan karenanya, banyak roket yang dipersiapkan sebelumnya, termasuk di lokasi bawah tanah dan di kebun buah,” katanya dilansir JNS.
Michael menjabarkan peluncuran roket baru-baru ini sebagai ‘penampilan terakhir’ kelompok perlawanan Gaza.
Dia menyatakan kalau setelah perang mereka tidak akan bisa lagi membanjiri langit Israel dengan roket, mereka hanya akan mempertahankan kemampuan meluncurkan proyektil secara sporadis.
“Saat ini, sebagian besar persenjataan Hamas dan PIJ telah dihancurkan,” kata Michael.
Ia juga mencatat bahwa beberapa roket berharga yang tersisa diluncurkan saat pasukan IDF mendekatinya.
Sementara Hamas masih memiliki senjata ringan, TNT, dan, mungkin, kapasitas untuk produksi roket yang sangat terbatas, “Dibandingkan dengan apa yang mereka miliki pada bulan Oktober, dan bahkan setelah 7 Oktober, kita berbicara tentang kemampuan yang benar-benar minim,” katanya.
Operasi IDF di Gaza utara sejak operasi darat dimulai pada 27 Oktober difokuskan pada pembersihan area-area penting seperti Beit Hanoun dan Jabalia dari sisa-sisa elemen Hamas.
Pada 5 Januari, Radio Angkatan Darat Israel melaporkan bahwa roket yang ditembakkan ke Persimpangan Erez berasal dari Beit Hanoun, tempat Brigade Nahal IDF beroperasi.
Serangan roket dari wilayah Gaza ke wilayah pendudukan Israel di Yerusalem. (khaberni/tangkap layar)
Pernyataan bersama oleh IDF dan Badan Keamanan Israel (Shin Bet) pada tanggal 5 Januari merinci serangan baru-baru ini terhadap lebih dari 100 target Hamas.
Diklaim, serangan IDF mengakibatkan tewasnya puluhan anggota Hamas dan hancurnya lokasi peluncuran roket.
Pihak Palestina mengonfirmasi, korban-korban yang muncul dari serangan Israel yang katanya presisi ini adalah warga sipil.
Sementara IDF telah membuat kemajuan substansial di Gaza utara, tantangan baru muncul di Kota Gaza, sebelah selatan wilayah tersebut, kata Michael.
“Mereka akan mencoba menyusun kembali dan membangun kembali kemampuan di wilayah-wilayah yang kurang kita tangani, dan kita harus waspada,” katanya dilansir JNS.
Respons IDF akan mencakup pemantauan intelijen berkelanjutan dan operasi yang ditargetkan, tambahnya.
Roket diluncurkan oleh milisi perlawanan Palestina dari Gaza ke wilayah pendudukan Israel pada Agustus 2022, silam. (khaberni/tangkap layar/kredit foto: Reuters)
Serangan ke Wilayah Israel Akan Tetap Ada Meski Perang Berakhir
Meskipun persenjataan milisi pembebasan Palestina berkurang, serangan roket sporadis diperkirakan masih terus berlanjut ke Israel.
Michael menyatakan, serangan dari milisi Palestina tetap menjadi ancaman yang harus ditanggapi dengan serius oleh Israel.
“Bahkan satu roket yang tidak dicegat dapat menyebabkan kerusakan dan korban, seperti yang kita lihat di Sderot,” katanya.
“Kita perlu bersiap menghadapi serangan roket sesekali bahkan setelah perang berakhir,” ia memperingatkan. Ia menekankan bahwa kebebasan intelijen dan operasional akan memungkinkan Israel untuk mempertahankan tekanan dan menanggapi dengan cepat setiap ancaman baru.
Dalam panggilan telepon pada tanggal 2 Januari yang diselenggarakan oleh Institut Yahudi untuk Keamanan Nasional Amerika (JINSA) yang berpusat di Washington DC, Mayor Jenderal (purn.) Amikam Norkin, mantan komandan Angkatan Udara Israel, menekankan perlunya operasi militer di Gaza, dengan menyatakan, “IDF akan melancarkan operasi militer terhadap milisi perlawanan di Gaza setiap beberapa minggu.”
Mayjen (purn.) Yaakov Amidror, mantan penasihat keamanan nasional Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, menyatakan dalam panggilan yang sama, “Saya pikir kita berhasil menetralkan Hamas sebagai organisasi perlawanan militer, tetapi Hamas masih kuat di dalam Gaza.”
Amidror menyarankan bahwa menetralkan Hamas sepenuhnya akan membutuhkan setidaknya satu tahun upaya berkelanjutan, termasuk menargetkan kepemimpinan dan infrastrukturnya.
Amidror juga mengangkat isu tata kelola pascakonflik, dengan menegaskan, “Jika tidak relevan di dalam Gaza, kita dapat memanggil pihak ketiga untuk datang ke Gaza dan mengambil alih kendali pihak sipil. Hingga saat itu, tidak ada seorang pun [dari luar] yang siap bertanggung jawab.”
Pada tanggal 4 Januari, unit teknik IDF mengklaim menemukan dan menghancurkan terowongan Hamas di Gaza tengah yang berisi fasilitas produksi amunisi dan bahan peledak.
Operasi tersebut menggarisbawahi upaya yang sedang berlangsung untuk membongkar infrastruktur produksi roket yang tersisa milik kelompok tersebut.
Belakangan, temuan yang dilaporkan majalah Epoch di atas, mengindikasikan kalau assessment IDF lagi lagi salah dan Hamas secara nyata kembali mampu memproduksi roketnya di dalam terowongan.
(oln/khbrn/JNS/*)