Bisnis.com, JAKARTA — Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) mengusulkan terobosan regulasi berupa pendekatan spektrum hybrid guna mengatasi hambatan beban biaya tinggi dalam implementasi teknologi 5G di Indonesia.
Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional (Infratelnas) Mastel Sigit Jarot menjelaskan bahwa strategi ini dinilai lebih masuk akal untuk memacu akselerasi digital karena menggabungkan berbagai mekanisme alokasi frekuensi, melampaui skema lelang konvensional yang selama ini diterapkan.
“Konsep hybrid lebih masuk akan dengan mengkombinasi antara lelang atau beauty contest” ujarnya di dalam diskusi Bisnis Indonesia Forum dengan tajuk “Menanti Frekuensi Baru, Demi Akselerasi Digital dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia” Selasa (23/12/2025).
Sejauh ini, pemerintah dipandang cenderung menggunakan mekanisme lelang yang bersifat mengejar pendapatan negara secara maksimal. Namun, bagi ekosistem 5G, skema lelang murni dinilai terlalu berat bagi ketahanan finansial operator seluler di tanah air.
Pakar menyarankan agar regulator lebih kreatif dengan tidak menyamakan perlakuan terhadap seluruh blok frekuensi yang tersedia.
Sebagai ilustrasi, pemerintah dapat tetap menerapkan mekanisme lelang untuk wilayah perkotaan di mana model bisnis telekomunikasi sudah dianggap matang.
Sementara itu, dia juga menjelaskan untuk daerah rural atau wilayah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T), pemerintah disarankan menggunakan skema beauty contest atau kerja sama berbagi infrastruktur.
“Kita perlu inovasi sedikitlah regulasinya, dibedakan antara penugasan frekuensi untuk daerah perkotaan dengan daerah rural,” tambahnya.
Pendekatan hybrid ini juga dapat diterapkan pada manajemen pita frekuensi itu sendiri, yakni dengan menggabungkan pita 2,6 GHz dan 3,5 GHz dalam satu paket kebijakan. Dengan menyatukan dua pita 5G tersebut, operator seluler diharapkan memiliki pilihan yang lebih luas dengan harga spektrum yang lebih kompetitif.
Selain itu, pemanfaatan frekuensi rendah (low band) seperti 700 MHz harus ditarik ke dalam strategi ini untuk menjamin cakupan jaringan secara nasional. Adapun pita tengah (mid-band) dapat dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan kapasitas data masyarakat di wilayah padat penduduk.
Tujuan utama dari inovasi ini adalah mengubah paradigma kebijakan dari sekadar mengejar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di muka.
Pemerintah didorong untuk lebih fokus pada penciptaan dampak ekonomi digital yang lebih luas bagi masyarakat dalam jangka panjang.
Melalui strategi hybrid, pemerintah memiliki ruang untuk memberikan insentif berupa pengurangan Biaya Hak Penggunaan (BHP) bagi operator. Insentif ini dikhususkan bagi perusahaan yang berkomitmen membangun infrastruktur di daerah sulit, sehingga beban finansial perusahaan tidak menumpuk di awal investasi. (Muhammad Diva Farel Ramadhan)
