Jakarta (beritajatim.com) – Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) bersama UNESCO menyelenggarakan pelatihan penguatan Literasi Media dan Informasi (LMI) bagi guru, Jumat-Sabtu (19-20/9) di Jakarta. Sebanyak 25 guru tingkat SMP dan SMA dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Tangerang Selatan mengikuti kegiatan yang didukung program Social Media untuk Perdamaian hasil pendanaan Uni Eropa.
Pelatihan selama dua hari ini membekali guru dengan materi literasi media, literasi informasi, dan literasi digital. Topik yang dibahas mencakup kebebasan berekspresi, disinformasi, misinformasi, ujaran kebencian online, hingga pemahaman etika kecerdasan artifisial. Peserta juga menjalani simulasi insersi modul LMI ke dalam sistem pembelajaran sekolah.
Presidium Mafindo, Septiaji Eko Nugroho, menegaskan pentingnya penguatan kompetensi guru di era post-truth yang dipenuhi algoritma dan teknologi AI.
“Diperlukan guru yang memiliki kecakapan dasar menggunakan teknologi digital. Karena itu kolaborasi Mafindo dan UNESCO dengan menyusun modul Literasi Media dan Informasi (LMI) dan melatih para guru, adalah jalan untuk memperkuat guru dalam mempersiapkan murid menjadi pribadi yang cakap sekaligus bisa menghindari dampak negatif teknologi informasi,“ ujarnya.
Ia berharap para guru terpilih dapat menularkan ilmu ini kepada rekan sejawat. “Agar LMI dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran di kelas,” tambahnya.
Kepala Unit Komunikasi dan Informasi UNESCO Jakarta, Ana Lomtadze, menyoroti peran strategis guru dalam menghadapi risiko algoritma digital yang semakin kompleks. Ia mengutip data International Telecommunication Union yang menunjukkan 79 persen pemuda dunia kini aktif di ruang digital. Setiap hari, lebih dari satu miliar jam video ditonton di YouTube dan hampir dua miliar orang menggunakan Facebook sebagai sumber utama berita. Survei UNESCO tahun 2024 juga mengungkap 80% anak muda menggunakan kecerdasan artifisial terutama untuk tujuan pendidikan.
“Ketika teknologi menjadi lebih canggih, menjadi semakin sulit bagi kita untuk mengetahui apa dampaknya, dan penting bagi kaum muda untuk memahami bagaimana algoritma membentuk pengalaman online mereka. Karena itu UNESCO bekerja sama dengan berbagai aktor untuk mengatasi bahaya dan risiko online melalui literasi media dan informasi. Tentu saja, guru dan pendidik karena mereka yang berada di garis depan risiko ini dan berhubungan langsung dengan siswa,” katanya.
Ananto Kusuma Seta, Ph.D, Pjs Ketua Harian Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO, menambahkan bahwa LMI juga menjadi pintu masuk pendidikan deep learning. “Tidak hanya fokus transfer pengetahuan tapi juga membentuk delapan dimensi profil lulusan yang berakar pada nilai-nilai kemanusiaan. LMI diharapkan menjadi penting bahkan menarik untuk diajarkan. Intinya adalah bagaimana anak-anak memanfaatkan informasi digital untuk upaya pembelajaran yang mindfull, meaningfull dan joyfull. Harus bisa menyaring informasi dari berbagai sumber yang kredibel,” jelasnya.
Selain materi utama, peserta juga diperkenalkan MIL board game karya MIL Lab Universitas Indonesia sebagai metode interaktif untuk mengajarkan literasi media dan informasi. Mafindo berencana memilih lima sekolah sebagai proyek percontohan penerapan langsung LMI dalam kegiatan belajar mengajar. [beq]
