Mabes Polri Selidiki Jaringan Sindikat Penyebaran Video Deepfake Pejabat Negara

Mabes Polri Selidiki Jaringan Sindikat Penyebaran Video Deepfake Pejabat Negara

Jakarta, Beritasatu.com – Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri sedang menyelidiki jaringan sindikat yang terlibat dalam kasus penyebaran video deepfake yang menggunakan nama pejabat negara.

Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Himawan Bayu Aji menjelaskan berdasarkan penangkapan tersangka berinisial AMA, pihaknya memperoleh informasi bahwa tersangka tidak bertindak sendiri.

“Kegiatan ini dilakukan oleh sebuah sindikat, di mana tersangka AMA mendapat bantuan dari seseorang berinisial FA yang saat ini telah masuk daftar pencarian orang (DPO),” ungkap Himawan dalam konferensi pers di gedung Bareskrim Polri, Kamis (23/1/2025) dilansir dari Antara.

Brigjen Himawan menguraikan bahwa FA berperan dalam mengedit dan menyiapkan video deepfake yang memanfaatkan wajah dan suara pejabat negara. Sementara itu, AMA bertugas mengunggah video tersebut ke media sosial untuk menyebarkannya lebih luas.

Ia menambahkan bahwa pihaknya masih terus melacak anggota lain yang terlibat dalam sindikat tersebut.

“Kami sedang menelusuri keterlibatan pihak-pihak lain. Ada kemungkinan peran mereka serupa dengan tersangka AMA, seperti pembuat konten, pengelola publikasi, hingga penyedia rekening. Kami berupaya mengungkap seluruh jaringan ini,” jelasnya.

Tersangka AMA (29) ditangkap pada 16 Januari 2025 di Lampung Tengah, Provinsi Lampung.

Brigjen Himawan memaparkan modus operandi yang dilakukan tersangka, yaitu dengan menyebarkan video deepfake menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI). Dalam video tersebut, gambar dan suara pejabat negara seperti Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dimanipulasi.

“Video itu dibuat seolah-olah pejabat negara sedang menyampaikan informasi terkait pemberian bantuan kepada masyarakat,” katanya.

Video tersebut juga mencantumkan nomor WhatsApp, dengan tujuan agar masyarakat menghubungi tersangka. Selanjutnya, korban diarahkan untuk mengisi formulir pendaftaran sebagai penerima bantuan, yang diikuti dengan permintaan transfer uang sebagai biaya administrasi.

“Setelah korban mentransfer biaya tersebut, tersangka menjanjikan pencairan dana bantuan. Namun, dana tersebut sebenarnya tidak pernah ada, sehingga korban akhirnya tertipu untuk mentransfer uang lebih banyak,” jelasnya.

Tersangka AMA mengakui bahwa aksi penipuan ini telah dilakukannya sejak 2020, dengan menggunakan video deepfake yang melibatkan pejabat negara dan figur publik terkenal di Indonesia.