Surabaya (beritajatim.com) – Mahkamah Agung (MA) menguatkan putusan bebas terhadap kurator Victor Sukarno Bachtiar, sebagaimana tertuang dalam website Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Putusan ini dijatuhkan oleh majelis hakim agung yang diketuai Soesilo dengan anggota Sugeng Sutrisno dan Sigid Triyono. Mereka menyatakan bahwa Victor tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dwi Hartanta SH MH.
Vonis bebas Victor juga dibenarkan oleh kuasa hukumnya, Abdul Salam. Menurutnya, putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap. “Sudah selesai, putusan MA menguatkan PN,” ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa (4/3/2025).
Sebelumnya, Majelis Hakim PN Surabaya yang diketuai Suswanti menyatakan bahwa perbuatan terdakwa Victor bukan merupakan tindak pidana, melainkan perkara perdata (onslag van recht vervolging).
“Mengadili dan menyatakan bahwa perbuatan terdakwa Victor Sukarno Bachtiar terbukti, tetapi perbuatan itu bukan suatu tindakan pidana, melainkan perdata,” kata Hakim Suswanti saat membacakan amar putusan, Selasa (30/7/2024).
“Oleh karenanya, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum dan melepaskan terdakwa dari rumah tahanan setelah putusan dibacakan serta mengembalikan harkat dan martabat terdakwa,” lanjutnya.
Majelis hakim menilai unsur pidana dalam Pasal 263 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan JPU Darwis tidak terpenuhi.
Victor yang didampingi tim penasihat hukumnya menyatakan menerima putusan tersebut. “Terima yang mulia,” ujarnya saat diminta tanggapan oleh Hakim Suswanti.
Sementara itu, JPU Darwis menyatakan akan mengajukan kasasi atas putusan tersebut. “Kasasi yang mulia,” tegas jaksa dari Kejari Surabaya.
Selain Victor, dua pengacara lainnya, Indra Ari Murto dan Riansyah, juga diadili dalam berkas terpisah atas perkara yang sama. Sebelumnya, Victor dituntut dua tahun penjara oleh JPU.
Victor, yang merupakan pengacara kreditur PT Hitakara, didakwa membuat tagihan piutang palsu saat mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Surabaya terhadap perusahaan properti tersebut.
Tagihan kreditur yang diajukan disebut digelembungkan, menyebabkan PT Hitakara selaku debitur dinyatakan pailit dan mengalami kerugian sebesar Rp363,5 juta.
Kasus ini bermula ketika PT Hitakara membangun Hotel Tijili Benoa di Bali dengan konsep kondotel. Setelah pembangunan selesai pada 2017, sebanyak 60 dari 270 kamar disewakan kepada Linda Herman, Tina, dan Nofian Budianto.
Namun, Linda dkk mengklaim tidak menerima keuntungan bagi hasil dari tahun keempat hingga ketujuh. Mereka kemudian menunjuk Victor beserta dua rekannya, Indra Ari Murto dan Riansyah, dari kantor hukum Presisi Law Firm untuk menagih hak mereka.
Victor dkk mengajukan permohonan PKPU terhadap PT Hitakara di Pengadilan Niaga Surabaya. Namun, dalam menghitung nilai tagihan piutang, Victor tidak menggunakan rumusan perjanjian bagi hasil antara kliennya dan PT Hitakara, melainkan perhitungannya sendiri.
Akibatnya, PT Hitakara memiliki utang jatuh tempo yang membengkak dari nilai sebenarnya dan akhirnya dinyatakan pailit dengan kerugian mencapai Rp363,5 juta. [uci/beq]
