Sebelumnya, Indonesia secara resmi telah menjadi anggota penuh dari BRICS, organisasi yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Keanggotaan ini diharapkan membawa berbagai keuntungan bagi Indonesia di masa depan, terutama dalam bidang ekonomi dan perdagangan internasional.
Salah satu potensi keuntungan yang menjadi sorotan adalah peluang Indonesia untuk membeli minyak dari Rusia dengan harga yang lebih kompetitif. Menurur Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan langkah ini dapat menjadi opsi strategis bagi Indonesia, selama memberikan manfaat besar bagi kepentingan nasional.
“Kemana aja kalau kita menguntung Republik dan sepanjang itu tadi menguntungkan Republik dan itu bisa kita bicarakan kepada nenerapa negara-negara yang lain kenapa tidak. Kalau kita dpaat lebih murah 20 dollar 22 dollar kenapa tidak?” ujar Luhut.
Pernyataan ini menegaskan Indonesia akan mempertimbangkan peluang yang ada dengan cermat, tanpa mengabaikan aspek strategis dan diplomatiknya.
“Namun tentu saja, kita harus hati-hati dan melihat ini dengan baik,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira menyatakan kepesertaan Indonesia di BRICS bisa dinilai sebagai upaya memperkuat hubungan tidak hanya dengan China tapi dengan Brasil dan Afrika Selatan maupun negara timur tengah.
Bhima menuturkan sebaiknya pemerintah tidak hanya melihat BRICS dengan agenda China saja, tetapi ada potensi besar dengan negara Brasil terkait ekonomi restoratif, hingga Afrika Selatan soal pengembangan transisi energi bersih.
Dia pun menilai apabila pemerintah Indonesia terlalu pro-China maka keanggotaan Indonesia di BRICS akan sia-sia mereplikasi hubungan ekonomi dengan China yang sudah terlalu dominan.
“Keanggotaan Indonesia di BRICS sebenarnya sia-sia mereplikasi hubungan ekonomi dengan China yang sudah terlalu dominan,” kata Bhima dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Rabu (8/1).
Reporter: Siti Ayu Rachma
Sumber: Merdeka.com