Lelang 2,6 GHz Berpeluang Jadi Penyelamat Industri Telko Asal Harganya Tepat

Lelang 2,6 GHz Berpeluang Jadi Penyelamat Industri Telko Asal Harganya Tepat

Bisnis.com, JAKARTA— Pengamat telekomunikasi menilai kehadiran pita frekuensi 2,6 GHz berpeluang membuat industri telekomunikasi lebih bergairah dan keluar dari masa sulit, selama pita tengah tersebut dilelang dengan harga terjangkau.

sejumlah peluang sekaligus hambatan bagi operator untuk mendapatkan harga lelang spektrum frekuensi 2,6 GHz yang lebih terjangkau.

Pengamat Telekomunikasi sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan beban regulatory cost operator telekomunikasi saat ini sudah sangat tinggi, yakni mencapai 12%. Karena itu, dia menilai industri berharap harga frekuensi untuk 5G bisa lebih terjangkau.

Menurut dia, realisasi harapan tersebut sangat bergantung pada pemerintah sebagai pihak yang memiliki kewenangan menentukan struktur biaya frekuensi.

“Tapi memang ini juga harus jadi pertimbangan,” kata Heru saat dihubungi Bisnis pada Selasa (2/12/2025).

Heru menjelaskan industri telekomunikasi saat ini tidak lagi seramai 10—20 tahun lalu. Nilai sebuah frekuensi jauh berbeda.  Oleh sebab itu, beberapa  perusahaan melakukan merger dan konsolidasi untuk tetap dapat bertahan.. 

Dia menambahkan, perubahan lanskap bisnis telekomunikasi menyebabkan porsi pendapatan kini lebih banyak mengalir ke penyedia layanan over the top (OTT). 

Operator, katanya, masih harus membangun jaringan, tetapi ‘kue’-nya diambil oleh OTT yang justru tidak membangun jaringan.

Heru menilai pendapatan besar OTT tidak diimbangi dengan kewajiban yang sama seperti operator, baik dari sisi spektrum maupun perpajakan. Pemerintah diharapkan melek terhadap kondisi ini dan berani bertindak.

“Kami harapkan juga Menteri Keuangan yang baru bisa melihat hal ini. Operator seluler nampaknya kesulitan untuk bisa mendapatkan frekuensi 5G jika harganya mahal sehingga memang harus ada dorongan untuk bisa memberikan harga frekuensi yang 5G ini yang di 2,6 atau mungkin juga 700 Mbz yang lebih terjangkau,” ujarnya.

Menara pemancar sinyal Internet

Dia menegaskan harga frekuensi yang terjangkau penting agar industri bisa bergerak. Dengan demikian, operator dapat mempercepat adopsi 5G dan memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat. 

Menurut dia, hal itu juga akan merangsang kreativitas masyarakat dalam memanfaatkan layanan digital dan menggerakkan industri perangkat yang berkewajiban memenuhi TKDN.

“Kalau kita tetap konservatif misalnya menetapkan biaya frekuensi yang tinggi tentu dampak bagi operatornya juga sangat berat, mungkin mereka tidak akan mengambil frekuensi yang ditawarkan oleh pemerintah,” katanya.

Heru menuturkan jika operator tidak ikut lelang, pemerintah juga kehilangan potensi pendapatan besar. Karena itu, diperlukan inovasi kebijakan, termasuk opsi skema pembayaran tambahan dari OTT. “Kalau tidak ya kita akan tertinggal kalau misalnya 5G tidak kemudian diadopsi secara cepat di Indonesia,” ujarnya.

Sementara itu, pengamat telekomunikasi Kamilov Sagala menilai lelang frekuensi 2,6 GHz menjadi momentum penting bagi industri, terutama untuk layanan 5G.

“Untuk lelang frekuensi di 2,6 GHz, untuk 5G ya, ini sebenarnya adalah darah baru ya untuk industri telco, khususnya kawan-kawan di ATSI,” katanya.

Menurut dia, kapasitas baru dari frekuensi ini akan kembali meningkatkan semangat operator. Terlebih  saat ini penggunaan 5G masih terbatas. 

Kamilov menekankan beban BHP frekuensi selama ini cukup tinggi sehingga kompetisi menjadi berat, apalagi operator harus membangun ekosistem 5G dari awal. Karena itu, dia meminta pemerintah menghitung ulang harga lelang.

“Pas di sini artinya para pelaku industri itu tidak bisa atau tidak berat lah menjalankan usaha bisnisnya untuk bisa frekuensi di 2,6 ini jadi optimal itu,” katanya.

Dia mengingatkan kebijakan lelang bukan semata untuk menambah PNBP. “Saya pikir harusnya pemerintah memberikan ruang bagi industri agar mereka darahnya hidup lagi, darahnya mengalir lagi,” ujarnya.

Menurut Kamilov, keberlanjutan industri pada akhirnya juga akan menambah pendapatan negara di masa depan. Dia mengingatkan bahwa risiko turunnya minat peserta lelang sangat mungkin terjadi jika harga tidak tepat.

“Artinya tidak ada yang minat bisa saja walaupun dipaksa nanti ada yang minat, tapi untuk implementasinya berat gitu,” katanya.

Dia menambahkan tantangan industri bukan hanya bersaing satu sama lain, tetapi juga memastikan pembangunan ekosistem 5G berjalan berkelanjutan. Karena itu, regulator perlu memberi ruang agar operator kembali bersemangat.

Petugas memperbaiki pemancar internet

Adapun Pengamat Telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ian Joseph Matheus Edward, menilai harga lelang perlu dirancang untuk mempercepat pembangunan 5G.

“Untuk harga lelang, untuk percepatan 5G. Diberi insentif diawal pembangunan dan meningkat setelah penyebaran banyak. Yang hasilnya PNBP sama,” katanya.

Sebelumnya, Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) juga meminta pemerintah menetapkan harga lelang 2,6 GHz yang lebih terjangkau. Lelang pita tengah ini dibuka setelah pemerintah merampungkan proses lelang frekuensi 1,4 GHz.

Direktur Eksekutif ATSI Marwan O. Baasir mengatakan pihaknya mendukung pembukaan lelang, tetapi berharap harga tidak terlalu tinggi.

“Harapannya harganya affordable untuk pemain. Dari ATSI kami memang tidak ikut melihat dokumen lelangnya, tetapi kami peduli dengan anggota kami,” kata Marwan usai acara Seminar Penguatan Perlindungan Konsumen melalui Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) yang digelar Indonesia Fintech Society (IFSoc) pada Senin (1/12/2025) di Jakarta.

Menurut Marwan, harga lelang yang terjangkau akan mempercepat implementasi 5G dan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat. “Harganya bagus, masyarakat dapat internet yang lebih baik speednya,” katanya.

Marwan menambahkan beban regulatory cost operator saat ini berkisar 12,4% hingga hampir 13% dari pendapatan kotor.

“Nah kalau itu diberi insentif, harga rata-rata di lelang yang sekarang bisa turun,” ujarnya.

Pemerintah melalui Komdigi sebelumnya memastikan lelang 2,6 GHz akan dibuka tahun ini. Uji publik pita frekuensi tersebut telah dilakukan sejak Mei 2025, sementara penyusunan perangkat regulasi masih berlangsung.