Jakarta –
Masalah nyeri leher, khususnya setelah makan-makan, seringkali dikaitkan dengan kolesterol tinggi. Memangnya betul berkaitan ya?
Spesialis jantung dan pembuluh darah dr BRM Ario Soeryo Kuncoro, SpJp(K) menjelaskan anggapan nyeri belakang leher merupakan gejala kolesterol tinggi tidaklah benar. Menurutnya, masalah nyeri leher umumnya muncul karena kesalahan postur.
“Mitos itu, muncul sakit di otot leher bukan karena kolesterol,” kata dr Ario ketika dihubungi detikcom beberapa waktu lalu.
Dihubungi terpisah, spesialis gizi klinik dr Diana F Suganda, SpGK menjelaskan masalah kolesterol tinggi biasanya justru tidak menunjukkan gejala khas. Artinya, pemeriksaan perlu dilakukan apakah seseorang memiliki kadar kolesterol tinggi atau tidak.
“Jadi nggak ada tuh yang orang bilang ,’oh sakit nih di leher berarti kolesterol tinggi’, belum tentu. Jadi nggak ada tanda-tanda khas kolesterol tinggi yang bisa dilihat dari fisik,” ujarnya.
Kolesterol adalah zat lilin yang berada di dalam darah. Tubuh sebenarnya membutuhkan kolesterol, tapi kadar yang terlalu tinggi dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.
Kolesterol yang menumpuk di pembuluh darah, bersama zat-zat lain, dapat membentuk plak yang seiring waktu dapat mempersempit atau menyumbat pembuluh darah. Gumpalan tersebut dapat menyebabkan serangan jantung atau stroke.
Dikutip dari Mayo Clinic, berikut ini beberapa faktor risiko masalah kolesterol tinggi yang berbahaya:
Kebiasaan makan, mengonsumsi terlalu banyak lemak jenuh atau lemak trans dapat menyebabkan kenaikan low-density lipoprotein (LDL) atau kolesterol jahat.
Obesitas, penyakit kompleks ini melibatkan terlalu banyak lemak tubuh.
Kurang olahraga, memperbanyak gerak membantu meningkatkan kadar high-density lipoprotein (HDL) atau kolesterol baik dalam tubuh.
Merokok, kebiasaan ini dapat menurunkan kadar HDL.
Minum alkohol, kebiasaan ini dapat meningkatkan kadar kolesterol total.
Usia tua, orang dengan usia di atas 40 memiliki risiko kolesterol tinggi lebih besar.
(avk/naf)