Surabaya (beritajatim.com) — Pemerintah pusat tengah menyiapkan regulasi baru untuk mengelola sumur minyak tua yang selama ini digarap masyarakat secara swadaya. Melalui skema integrasi ke dalam Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan koperasi, regulasi ini diharapkan dapat melegalkan aktivitas tersebut sekaligus meningkatkan pendapatan daerah.
Anggota Komisi B DPRD Jawa Timur dari Fraksi PDI Perjuangan, Ony Setiawan, menyambut baik langkah ini. Dia menilai bahwa keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumur tua seharusnya diarahkan secara legal dan profesional, tanpa menghilangkan hak ekonomi lokal.
“Selagi punya kemanfaatan bisnis yang lebih bagus, ya kenapa tidak dilakukan,” kata Ony saat ditemui di Gedung DPRD Jatim, Jumat (9/5/2025).
Ony yang juga berasal dari Daerah Pemilihan Bojonegoro-Tuban mengungkapkan, kawasan Bojonegoro memiliki potensi besar dari sumur-sumur minyak tua, terutama di wilayah Kedewan. Sebagian besar sumur tersebut dulunya merupakan aset Pertamina yang kini ditinggalkan.
Berdasarkan data dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Timur, terdapat lebih dari 250 sumur tua di Bojonegoro. Sekitar 60 persen di antaranya masih aktif dikelola masyarakat melalui koperasi dan kelompok tani, namun status hukumnya belum sah sepenuhnya.
“Ada beberapa sumur sisa yang dikelola koperasi. Kemudian BUMD juga punya. Kalau secara ekonomi lebih bagus, silakan saja tinggal sharing saja. Yang penting kejelasan hukum dan transparansi pengelolaan,” tambah Ony.
Ony menyebut, legalisasi ini tidak hanya akan memberi kepastian hukum, tetapi juga membuka jalan bagi investor untuk masuk dan membantu pengembangan infrastruktur energi lokal. Dengan dukungan kelembagaan seperti BUMD dan koperasi, sistem pengelolaan juga bisa lebih tertib dan akuntabel.
“Selama ini iya, bermanfaat meningkatkan ekonomi masyarakat. Kalau itu sudah berjalan, tinggal ditata saja agar lebih profesional,” ujarnya.
Meski demikian, Ony tetap memberi catatan kritis. Dia menyebutkan bahwa tidak semua sumur tua layak untuk dikelola lebih lanjut karena memerlukan studi teknis dan peralatan khusus.
“Potensi tidak ada apa tidak, minyak memerlukan alat khusus dan ahli. Kalau investasi biar tepat. Biar tidak ada yang dirugikan,” tegasnya.
Hingga kini, Kementerian ESDM bersama dinas terkait di provinsi dan kabupaten/kota tengah menyusun regulasi teknis yang mengatur tata kelola sumur tua. Skema yang diusulkan adalah pengelolaan oleh BUMD sebagai badan hukum utama, sementara koperasi tetap dilibatkan sebagai mitra operasional.
Dengan produksi harian sekitar 2.800 barel dari sektor sumur tua di Jatim, atau sekitar 1,5 persen dari total nasional, legalisasi ini dinilai strategis.
Pemerintah daerah menargetkan potensi kontribusi ke PAD bisa meningkat hingga Rp50 miliar per tahun jika pengelolaan dilakukan secara sah dan terstruktur. [asg/ian]
