Jakarta –
PT PLN (Persero) mengungkap biaya penggunaan bahan bakar hidrogen lebih murah daripada menggunakan bensin. Saat ini penggunaan hidrogen setara dengan penggunaan energi listrik.
Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengungkapkan penggunaan hidrogen bisa diambil dari produksi elektrolisis air pembangkit PLN yang kelebihan pasokan.
“Kebetulan pembangkit kami di PLN butuh pendingin, nah pendinginnya itu apa? Hidrogen. Maka kami nyetrum air untuk dapat hidrogen, untuk mendinginkan pembangkit kami. Eh salah hitung, produksinya 200 sekian ton yang dipake 75 ton. 128 tonnya menjadi excess supply,” kata Darmawan Praasodjo dalam Global Hydrogen Ecosystem Summit & Exhibition (GHES) 2025 di Jakarta, Selasa (15/4/2025).
“Dari excess ini, murah ya murah. Karena excess, capex sudah ada,” tambah dia.
Dia menambahkan pemanfaatan energi yang kelebihan pasokan itu bikin mobil berbahan bakar hidrogen lebih hemat apabila dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar minyak (BBM).
“Perbandingannya seperti ini, satu kilometer mobil innova kalau menggunakan bensin biayanya 1.300 per kilometer. Kalau pakai mobil listrik, kalau home charging biayanya sekitar 300 per kilometer. Kalau pakai SPKLU harganya Rp 550 per kilometer. Kalau pakai hidrogen dari PLN, karena ini excess supply. Tidak ada investasi pembangkit, tidak ada investasi elektrolisis, ini hanya Rp 550 per kilometer,” kata dia.
“Jadi lebih murah daripada bensin karena hidrogennya setengah gratis. Kalau tidak ya dibuang ke udara,” jelasnya lagi.
“Tetapi kalau kita membangun pembangkit baru, PLTS, disimpan dalam bentuk hidrogen ya digunakan lagi, beda tipis lah daripada bensin yaitu sekitar 1.200 per kilometer,” ungkapnya.
Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral Bahlil menyebut penggunaan hidrogen menjadi salah satu program yang dicanangkan dalam asta cita.
“Ini merupakan salah satu dari program asta cita bapak presiden dan ini menyangkut swasembada energi dan pakai energi baru terbarukan,” kata Bahlil.
“Ini merupakan bagian dari hilirisasi sebab bahan baku daripada hidrogen ini adalah biasa memakai batu bara, bisa pakai gas, dan juga bisa memakai air dengan proses energi baru terbarukan,” ujar dia.
“Saya pikir ini menjadi salah satu alternatif menggantikan fosil dalam rangka mencapai net zero emission 2060,” sambungnya lagi.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi menyatakan realisasi bauran EBT Indonesia baru tercapai 15 persen.
“Kita mempunyai potensi luar biasa namun saat ini energi terbarukan alhamdulillah di 2024 itu sudah mencapai pemakaian 3,687 giga watt dan ini kira-kira merupakan sudah mencapai sekitar 15 persen bauran energi mix kita di dalam energi di Indonesia,” kata dia.
“Izinkan kami juga melaporkan pengembangan ekosistem yang sudah ada di Indonesia walaupun saya pribadi sudah mulai menggaungkan hidrogen ini sejak 20 tahun lalu. Kali ini alhamdulillah semua perserta, industri sudah support dan mulai mengembangkan, menunjukkan minat dan kemajuan merealisasikan ekosistem hidrogen,” ungkapnya.
Soal jumlah stasiun pengisian bahan bakar hidrogen, saat ini tersedia satu Hydrogen Refueling Stasion (HRS) di pabrik Karawang, Jawa Barat. Selain itu, HRS lain juga didirikan di Senayan, Jakarta Selatan.
Sebagai catatan, Toyota sudah menampilkan mobil hidrogennya, Toyota Mirai dan Toyota Crown di Indonesia. Namun, hingga saat ini, kendaraan tersebut belum dijual secara massal.
(riar/din)