Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Hafid bakal mengeluarkan aturan pemerintah terkait wacana pengaturan batas usia mengakses media sosial (medsos).
Adapun aturan dikeluarkan untuk mengakomodasi usulan pembentukan Undang-undang yang mengatur tentang batasan usia penggunaan media sosial.
“Sebetulnya ini masih nanti ya kita inginnya pelajari dulu betul-betul, tapi pada prinsipnya gini sambil menjembatani aturan yang lebih ajeg pemerintah akan mengeluarkan aturan pemerintah terlebih dahulu,” ujar Meutya usai bertemu Presiden Prabowo, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, dikutip dari channel YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (16/1/2025).
Meutya mengatakan, aturan perlindungan anak di ruang digital tidak bisa dilakukan oleh pemerintah sendirian. Untuk itu, pemerintah akan membahas persoalan tersebut dengan DPR.
“Jadi, sambil menjembatani, sekali lagi kita keluarkan aturannya sambil bicara dengan DPR mengenai undang-undang seperti apa yang bisa kita keluarkan untuk melindungi anak-anak kita,” jelasnya.
Meutya mengatakan, bahwa pelindungan anak di ranah digital juga dibahas dalam pertemuannya dengan Presiden Prabowo Subianto.
“Presiden kalau terkait anak-anak memang sangat atentif. Tadi beliau sampaikan, lanjutkan, dipelajari, dan agar bisa dilaksanakan. Beliau amat mendukung bagaimana perlindungan anak ini bisa dilakukan ke depan di ranah digital kita,” kata Meutya.
Jika aturan pembatasan usia penggunaan media sosial di medsos disahkan, RI mengikuti jejak Australia yang sudah lebih dulu menerapkan kebijakan tersebut.
Pada November tahun lalu Australia melarang anak berusia di bawah 16 tahun menggunakan media sosial. Pemerintah Australia waktu dekat mulai menguji coba fitur verifikasi usia di semua platform media sosial.
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengatakan kebijakan larangan media sosial untuk anak adalah upaya Australia menjadi yang terdapan dalam pelindungan anak.
Australia menyatakan UU tersebut dibutuhkan karena media sosial menimbulkan risiko kecanduan yang berdampak ke kesehatan mental dan fisik anak-anak. Anak perempuan berisiko mengalami gangguan atas persepsi atas bentuk tubuh (body image), sedangkan anak laki-laki berisiko terpengaruh konten misoginis.
(dem/dem)