Pada 4 Januari 1946, Indonesia mencatat salah satu momen penting dalam sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Di tengah ancaman pasukan Belanda yang berupaya merebut kendali atas Republik Indonesia melalui Agresi Militer, pemerintah memutuskan untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Yogyakarta. Langkah ini dilakukan secara diam-diam untuk menjaga kelangsungan pemerintahan dan melindungi para pemimpin bangsa. (https://tinyurl.com/3znatfbj)
4 Januari 1946: Langkah diam-diam yang menyelamatkan republik
Dalam Negeri
Editor: Calista Aziza
Sabtu, 04 Januari 2025 – 06:00 WIB
Elshinta.com – Pada 4 Januari 1946, Indonesia mencatat salah satu momen penting dalam sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Di tengah ancaman pasukan Belanda yang berupaya merebut kendali atas Republik Indonesia melalui Agresi Militer, pemerintah memutuskan untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Yogyakarta. Langkah ini dilakukan secara diam-diam untuk menjaga kelangsungan pemerintahan dan melindungi para pemimpin bangsa.
Setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, situasi keamanan di Jakarta semakin memburuk. Belanda, dengan dukungan pasukan Sekutu, terus berusaha merebut kembali wilayah Indonesia. Jakarta sebagai pusat pemerintahan menjadi sasaran strategis yang rawan serangan. Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan para pemimpin lain menyadari bahwa kelangsungan pemerintahan di Jakarta tidak lagi aman.
Yogyakarta dipilih sebagai ibu kota baru karena alasan strategis. Selain memiliki kedekatan dengan Keraton Yogyakarta yang mendukung perjuangan kemerdekaan, lokasi ini dinilai lebih aman dan terisolasi dari pengaruh langsung pasukan Belanda. Sri Sultan Hamengkubuwono IX, pemimpin Keraton Yogyakarta, memberikan dukungan penuh dengan menyediakan fasilitas dan tempat bagi pemerintahan Republik.
Pemindahan ibu kota dilakukan dengan sangat hati-hati dan rahasia. Pada malam hari tanggal 3 Januari 1946, rombongan pemerintah, termasuk Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta, meninggalkan Jakarta dengan kereta api. Mereka didampingi oleh para menteri dan staf pemerintahan. Perjalanan ini dilakukan tanpa pengumuman resmi untuk menghindari perhatian pihak musuh. Setibanya di Yogyakarta pada 4 Januari 1946, pemerintah segera mengatur pusat administrasi dan melanjutkan roda pemerintahan dari sana. Dengan dukungan masyarakat Yogyakarta dan Keraton, aktivitas pemerintahan berjalan lancar meskipun dalam suasana darurat.
Pemindahan ibu kota ke Yogyakarta menunjukkan keluwesan pemerintah dalam menghadapi situasi darurat demi mempertahankan eksistensi negara. Langkah ini berhasil menghindarkan para pemimpin bangsa dari kemungkinan ditangkap atau dibunuh oleh pasukan Belanda. Selama di Yogyakarta, pemerintah terus memperjuangkan kedaulatan Indonesia melalui jalur diplomasi dan perlawanan bersenjata. Periode ini menjadi saksi berbagai peristiwa penting, seperti Konferensi Linggarjati, Agresi Militer Belanda I, dan perjuangan diplomasi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pemindahan ibu kota ke Yogyakarta menjadi simbol keteguhan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Hingga kini, peristiwa ini dikenang sebagai salah satu langkah strategis yang menyelamatkan Republik dari ancaman penjajahan ulang. Dukungan penuh rakyat Yogyakarta, khususnya Sri Sultan Hamengkubuwono IX, mencerminkan semangat persatuan dan solidaritas bangsa dalam menghadapi tantangan. Kejadian ini menjadi pengingat bahwa kebersamaan dan keberanian adalah kunci utama dalam mempertahankan kedaulatan negara.
Baca juga Pemindahan Ibukota RI ke Yogyakarta
Sumber : Elshinta.Com