Lahan Dipersoalkan Warga, PTPN I Regional 5 Jember Adu Bukti Historis

Lahan Dipersoalkan Warga, PTPN I Regional 5 Jember Adu Bukti Historis

Jember (beritajatim.com) – PT Perkebunan Nusantara I Regional 5 Kebun Tembakau (dulu PT Perkebunan Nusantara X) memiliki bukti historis terhadap lahan seluas 104.661 meter persegi di Desa Petung, Kecamatan Bangsalsari, Kabupaten Jember, Jawa Timur, yang dipersoalkan ahli waris Karim Sadin.

Lahan tersebut terdiri atas lima bidang tanah yakni RV. Eigendom 571 selyas 6.326 meter persegi, RV. Eigendom 2738 seluas 13.152 meter persegi, RV. Eigendom 2703 seluas 41.844 meter persegi, RV. Eigendom 2704 seluas 31.529 meter persegi, dan RV. Eigendom 2739 seluas 11.810 meter persegi.

Dalam resume riwayat tanah yang disampaikan kuasa hukum PTPN I Regional 5 dalam rapat dengar pendapat di Komisi A DPRD Kabupaten Jember, Senin (8/9/2025), disebutkan, aset tersebut merupakan hasil nasionalisasi dari N.V. Landbouw Maatschappij Oud Djember (LMOD).

LMOD kemudian bertransformasi menjadi PTPN X. PTPN X secara historis telah menguasai tanah yang dimaksud secara terus-menerus sejak sebelum proses nasionalisasi.

“Kami punya basis formil kepemilikan. Artinya seluruh objek yang mereka klaim, sejak beralih ke hak pakai dan HGB pada 2007, alurnya sudah jelas,” kata Ahmad Suryono, kuasa hukum PTPN I Regional 5,

Menurut Suryono, PTPN I Regional 5 mengantongi lima sertifikat hak pakai sejak Juli 2007 yang berlaku selama 25 tahun. “Kami mempersilakan, kalau warga masyarakat yang merasa memiliki hak memperjuangkan lewat jalur hukum,” katanya.

Suryono menghormati pilihan warga untuk mengadukan persoalan ini ke parlemen dan pengadilan. “Cuma bagi kami, kalaupun memang itu adalah milik masyarakat, kami tidak serta-merta akan menyerahkan. Kalau negara membatalkan (hak pakai) atau merilis itu, kami serahkan ke negara. Baru kemudian terserah negara mau ngapain,” katanya.

Suryono mengingatkan, aset PTPN I Regional 5 adalah aset negara. “Kami diserahi lima sertifikat hak pakai yang semuanya milik negara dan kami harus bertanggung jawab untuk negara. Kalau serta-merta kita berikan kepada masyarakat hari ini, ini jadi problem,” katanya.

Suryono menyarankan kepada warga agar menyurati Menteri Keuangan untuk meminta hak pengelolaan atas lahan tersebut. “Ini kan tanah negara, kita diberi hak pakai. Seandainya negara berpendapat, ‘Oh, PTP enggak usah dikasih hak pakai’, itu terserah negara. Kami tidak memiliki hak untuk itu,” katanya.

Tri Suprapto, kuasa hukum PTPN I Regional 5 lainnya, mengatakan, RV. Eigendom (RVE) adalah tanah yang semula dikuasai Belanda yang kemudian dinasionalisasi menjadi aset milik perkebunan negara.

“Setahu dan sepengalaman saya, tanah-tanah RVE tidak tercantum dalam buku krawangan desa atau letter C desa. Kenapa butuh tanda tangan kepala desa (untuk proses pengajuan sertifikat lahan), itu untuk memberikan keterangan bahwasanya tanah RVE tersebut tidak tercantum dalam buku krawangan desa, baik sebagai tanah kas desa maupun tanah yayasan desa,” kata Tri.

“Jadi surat tanda tangan kepala desa itu sifatnya wajib. BPN tidak akan berani menerbitkan sertifikat jika tidak ada tanda tangan kepala desa,” kata Tri.

Berkebalikan dengan klaim PTPN I Regional 5, Purnadi Langgeng Utomo, pendamping ahli waris Karim Sadin, mengatakan, tanah tersebut pada masa kolonial disewa N.V. Landbouw Maatschappij Oud Djember (LMOD) untuk tanaman tembakau. “Setelah sewa selesai, nggak dikembalikan dan tetap dikuasai. Karena masyarakat penakut, tidak berani, akhirnya berlanjut,” katanya.

Tahun yang tercantum pada petok peralihan hak dari perusahaan Belanda ke Karim Sadin berbeda-beda, mulai dari 1914, 1915, dan 1925. Menurut Purnadi, ahli waris memegang bukti petok pada tahun 1943 atas nama Karim Sadin. “Tapi karena pada waktu dikelola oleh PTPN akhirnya tidak masuk ke letter C desa,” katanya.

Warga kemudian mengurus sertifikat ke Badan Pertanahan Nasional pada 2007. “Lebih dulu kami mengajukan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT). Meski itu bukan (bukti) hak, tapi kan bukti bahwa kita mendapat jawaban dari BPN,” kata Purnadi.

Menurut Purnadi, BPN menyebutkan nama Karim Sadin sebagai pihak terakhir dalam proses peralihan hak atas lahan tersebut. “Kalau BPN sudah menulis, sudah barang tentu itu ada dasarnya,” katanya.

Purnadi akan menggali informasi soal petok lahan yang dikuasai PTPN I Regional 5 yang dipersoalkan ahli waris Karim Sadin. “Ada gak petoknya? Jangan-jangan hanya mengarang saja, ternyata petoknya enggak ada,” katanya.

Ketua Komisi A Budi Wicaksono mengatakan, rapat dengar pendapat tidak menghasilkan kesepakatan apapun. “Perwakilan BPN dan pemerintah desa tidak hadir. Insyaallah minggu-minggu depan kami akan melakukan mediasi,” katanya. [wir]