Lagi Properti China Mau Bangkrut, Perusahaan Raksasa-Punya Godfather

13 March 2024, 9:05

Jakarta, CNBC Indonesia – Gelombang kebangkrutan masih terus menghantui raksasa properti di China. Setelah sebelumnya pailit melanda perusahaan real estate Evergrande dan County Garden, kali ini bayang-bayang kebangkrutan dialami Vanke.
Dikutip Rabu (13/23/2024), media pemerintah China melaporkan bahwa 12 bank besar sedang dalam pembicaraan untuk memberikan pinjaman sindikasi kepada Vanke senilai 80 miliar yuan (Rp 174 triliun). Ini untuk memungkinkan perusahaan memenuhi kewajiban utangnya yang menggunung.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Meski begitu, kantor berita pemerintah Cailianshe, mengutip sumber orang dekat Vanke menyebut pemberian pinjaman masih belum pasti. Media pemerintah lainnya, Economic Observer, melaporkan bahwa beberapa perusahaan asuransi telah mengirimkan tim ke kantor pusat Vanke untuk putaran baru negosiasi utang dalam upaya menghindari gagal bayar.
Perlu diketahui, Vanke sendiri telah berdiri 40 tahun. Shenzhen menjadi pusat bisnisnya.
Vanke didirikan oleh Wang Shi, yang dianggap sebagai “Godfather” industri ini dan disamakan dengan Donald Trump oleh majalah Time. Vanke melakukan IPO besar-besaran pada tahun 1991 di Bursa Efek Shenzhen
Raksasa properti ini merupakan pengembang terbesar kedua di China berdasarkan penjualan tahun lalu. Namun perusahaan ini terpukul oleh jatuhnya permintaan apartemen dan merosotnya harga rumah.
Sebelumnya, Senin, Moody’s memangkas peringkat Vanke menjadi Ba1, yang sering disebut sebagai peringkat junk. Artinya, perusahaan perlu menawarkan imbal hasil obligasi yang lebih tinggi untuk mengkompensasi risiko gagal bayar yang lebih besar yang dihadapi investor obligasi.
“Tindakan pemeringkatan mencerminkan ekspektasi Moody’s bahwa metrik kredit, fleksibilitas keuangan dan penyangga likuiditas Vanke akan melemah dalam 12 hingga 18 bulan ke depan karena penurunan penjualan kontrak dan meningkatnya ketidakpastian atas akses terhadap pendanaan di tengah penurunan pasar properti yang berkepanjangan di China,” kata wakil presiden senior di Moody’s, Kaven Tsang, dalam siaran pers dikutip CNN International.
China sendiri diketahui masih terus berupaya keras untuk memperbaiki krisis real estate sejak tahun 2021. Ini dimulai sejak raksasa properti Evergrande, pengembang yang paling banyak berhutang di dunia, gagal membayar utang sebesar US$ 300 miliar atau Rp 4.400 triliun.
.Krisis kemudian menyebar dengan puluhan pengembang besar juga gagal membayar kreditornya. Dampak buruknya telah mengancam perekonomian yang lebih luas.
Langkah-langkah stimulus yang diluncurkan oleh otoritas China sejauh ini gagal menghidupkan kembali sektor ini. Pada tahun 2023, penjualan properti turun 6,5% dari tahun 2022. Investasi properti turun 9,6%, penurunan tahun kedua berturut-turut.
Pekan lalu, Menteri Perumahan China, Ni Hong, mengatakan kepada wartawan di Kongres Rakyat Nasional bahwa regulator akan mendukung kebutuhan pembiayaan yang “wajar” bagi pengembang real estate. Namun, ia juga mengatakan Beijing tidak akan memberikan dana talangan kepada pengembang yang berada dalam kesulitan yang serius.
“Bagi perusahaan real estat yang benar-benar bangkrut dan kehilangan kemampuan operasionalnya, (kita harus) membiarkan mereka bangkrut atau direstrukturisasi,” katanya.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Muncul Tanda Kebangkitan Ekonomi China, Ekonom Bilang Begini

(sef/sef)

Tokoh

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi