Surabaya (beritajatim.com) – Keluarga dari Sundari dan Cynthia korban pembunuhan di Putat Indah pada Kamis (14/11/2024) lalu membantah keterangan tersangka yang disampaikan kepada Polsek Sukomanunggal. Keterangan yang menyebut adanya cekcok dengan tersangka Andi sebelum insiden berdarah itu terjadi. Diketahui, tersangka Andi merupakan kakak dari Sundari dan Paman dari Cintya.
Kuasa Hukum Korban, Valens Lamury Hadjon mengatakan pihak korban merasa harus angkat suara untuk menjelaskan kronologi yang sebenar-benarnya. Karena, keterangan dari pihak kepolisian yang disampaikan pada saat press release hanya berdasarkan dari keterangan tersangka.
“Kami selaku kuasa hukum sudah mencermati rekaman CCTV di lokasi. Dari rekaman kamera CCTV itu terlihat sangat jelas peristiwanya bagaimana,” kata Valens Lamury Hadjon, Rabu (04/12/2024).
Valens mengatakan, berdasarkan rekaman CCTV yang ada, awalnya Sundari datang bersama dua anaknya yakni Cintya dan Silvy dengan mengendarai mobil sekitar pukul 18.47 WIB. Sundari dan Cintya lantas turun duluan dari mobil tepat di depan rumah. Sedangkan Silvy mencari tempat parkir sekitar 500 meter dari lokasi karena gang di Rumah Jalan Putat Indah Timur I itu.
Cintya lantas menggandeng ibunya untuk masuk ke dalam rumah. Saat itu, kondisi Sundari kesusahan berjalan dan harus dibantu dengan alat bantu kruk. Setelah masuk, Tersangka Andi sudah berada di dalam ruangan dengan menggunakan jaket.
“Posisinya ada meja panjang, korban duduk di pojok. Setelah dudukan Sundari, korban Cintya keluar karena mau ambil barang,” imbuh Valen.
Sundari saat itu hanya berdua dengan tersangka Andi. Dari rekaman CCTV nampak tersangka Andi berdiri mengambil air. Lalu berjalan membelakangi korban Sundari sambil merogoh jaket yang ternyata sudah berisi pisau. Dengan mengendap dan cepat, tersangka Andi langsung menggorok leher Sundari. Setelah Sundari ambruk, Andi masih menusuk dada sebelah kanan korban.
“Kami menyanggah sempat terjadi cekcok itu tidak benar. tidak ada cekcok dan kata kasar, terbukti dari CCTV beraudio. Tidak ada kata kasar atau umpatan,” tutur Valens.
Cintya lantas kembali bersama pamannya bernama Agus dan melihat Sundari sudah terkapar bersimbah darah. Saksi Cintya pun langsung menghampiri ibunya yang sudah terkapar.
“Itu mereka masuk ke dalam mau nolong, tapi sudah terlambat, karena kejadianya cepat, lalu korban Cintya lebih dulu jangkau pelaku, lalu pelaku tusuk wajah Cintya membabi buta, sampai Cintya ambruk, setelah itu pelaku masih melakukan tusukan beberapa kali total 8 tusukan,” jelas Valens.
Cintya lantas bangkit dan menggunakan tenaga terakhirnya untuk memegangi pelaku. Dengan luka terbuka di wajah, Cintya akhirnya ambruk di samping ibunya. Setelah kedua korban ambruk, ada saksi lain bernama Sumargo yang datang. Selang beberapa detik, Silvy datang dan melihat ibu serta adiknya sudah terkapar bersimbah darah. Ia pun marah kepada Andi. Namun, bukannya takut. Andi malah menantang Silvy agar maju ke depan untuk dihabisi juga.
“Sempat melayangkan ancaman ke Silvy. Tersangka bilang ‘kamu maju juga akan saya habisi anak Sundari. Silvy takut keluar dan minta bantuan kepada saksi lain Angelina,” kata Valens.
Selain menjelaskan kronologi berdasarkan CCTV dan keterangan saksi di lokasi, tim kuasa hukum juga menduga aksi Andi sudah direncanakan. Karena, pisau yang digunakan untuk membunuh sudah disiapkan seminggu sebelum kejadian dengan membeli di sebuah toko di Mall Surabaya. Sehingga, pihaknya akan mengajukan penggunaan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
“Kami koordinasi dengan Polsek Sukomanunggal. Mereka sepakat ini pembunuhan berencana. Sehingga pasal utamanya adalah 340 KUHP. Bukan pasal 338 atau pembunuhan spontanitas, atau penganiayaan menyebabkan kematian,” pungkas Valens. (ang/but)
