Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kepada seluruh partai politik untuk meningkatkan transparansi laporan keuangan. Pasalnya, laporan keuangan kerap menjadi celah tindak pidana korupsi.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan laporan keuangan tidak akuntabel membuka peluang aliran dana tidak sah masuk ke kantong para pihak yang ingin memperkaya diri sendiri.
“Tidak akuntabel dan transparansinya laporan keuangan partai politik, membuat ketidakmampuan dalam mencegah adanya aliran uang yang tidak sah kepada partai politik,” kata Budi dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (15/12/2025).
Pernyataan ini dilatar belakangi kasus suap Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya yang diduga menggunakan uang hasil korupsi Rp5,25 miliar guna membayar utang kampanye.
Budi menuturkan bahwa itu baru temuan awal dari tim lembaga antirasuah dan tidak menutup kemungkinan ada dana-dana lainnya yang digunakan demi kebutuhan politik.
Berdasarkan hasil kajian KPK, kata Budi, korupsi di lingkaran partai politik disebabkan oleh biaya aktivitas politik yang besar seperti kampanye. Para kader akhirnya berlomba-lomba berupaya membalikan modal politik dengan menghalalkan segala cara.
“Fakta ini juga mengkonfirmasi salah satu hipotesa dalam kajian tata kelola partai politik yang sedang KPK lakukan, yakni tingginya kebutuhan dana partai politik. Seperti untuk pemenangan pemilu, operasional parpol, hingga untuk pendanaan berbagai kegiatan seperti kongres atau musyawarah partai,” ujar Budi.
Menurutnya, permasalahan mendasar lainnya adalah lemahnya integrasi rekrutmen dengan kaderisasi yang memicu adanya mahar politik, tingginya kader yang berpindah-pindah antar-parpol, serta kandidasi hanya berdasarkan kekuatan finansial dan popularitas.
Pada perkara ini, Ardito meminta Riki, Anggota DPRD Lampung Tengah untuk memenangkan vendor guna menangani proyek Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) melalui mekanisme penunjukan langsung di e-katalog.
Ironinya pengkondisian berlangsung setelah Ardito dilantik sebagai Bupati. Dia sudah mengatur vendor yang mengerjakan proyek PBJ itu, yakni perusahaan milik keluarga atau tim kampanye dirinya saat bertarung di Pilkada 2024.
Dari pengkondisian itu, dia mendapatkan fee Rp5,25 miliar. Tak hanya itu, pada proyek pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan setempat, dia juga mendapatkan fee Rp500 dari Direktur PT Elkaka Mandiri (PT EM) karena telah memenangkan perusahaan itu untuk menjalankan 3 paket pengadaan alat kesehatan di Dinkes dengan total nilai proyek Rp3,15 miliar. Sehingga total uang yang diterima Ardito sebesar Rp5,75 miliar.
Dalam perkara ini KPK menetapkan 5 tersangka yakni:
1. Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya
2. Riki Hendra Saputra selaku anggota DPRD Lampung Tengah
3. Ranu Hari Prasetyo selaku adik Ardito
4. Anton Wibowo selaku Plt. Kepala Badan Pendapatan Daerah Lampung Tengah
5. Mohamad Lukman selaku pihak swasta yaitu Direktur PT Elkaka Mandiri.
Riki dan Mohamad Lukman ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang Gedung Merah Putih KPK. Sementara, Ardito, Ranu, dan Anton ditahan di Rutan Cabang Gedung ACLC KPK.
KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap para tersangka untuk 20 hari pertama sejak tanggal 10 sampai dengan 29 Desember 2025.
