Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang sebesar Rp1,6 miliar dalam rangkaian operasi tangkap tangan (OTT) di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. Salah satu yang terjerat adalah Gubernur Riau Abdul Wahid.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan uang yang disita dalam bentuk pecahan rupiah, USD, poundsterling.
“Uang itu diduga bagian dari sebagian penyerahan kepada kepala daerah,” kata Budi kepada jurnalis di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (4/11/2025).
Budi menjelaskan bahwa penyerahan uang diduga dilakukan sebelum operasi senyap digelar. Adapun uang dalam bentuk rupiah diamankan di Riau, USD dan poundsterling diamankan di Jakarta.
Budi menyebut uang-uang yang disita salah satunya berasal dari rumah Abdul Wahid.
Dia mengimbau kepada pemerintah Provinsi Riau untuk memperbaiki tata kelola pengelolaan anggaran dan perbaikan lainnya.
“Terlebih, kalau tidak salah hitung ya, sudah empat kali Provinsi Riau ini ada dugaan tindak pidana korupsi atau korupsi yang kemudian ditangani oleh KPK,” ujarnya.
KPK juga menemukan dugaan ‘jatah preman’ terkait tambahan anggaran di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Riau, di mana yang disita berkaitan dengan dugaan ini.
“Terkait dengan penambahan anggaran di Dinas PUPR tersebut, kemudian ada semacam japrem atau jatah preman sekian persen begitu untuk kepala daerah itu modus-modusnya,” kata Budi.
Selain itu, pada Selasa (4/11/2025), KPK memeriksa 10 orang, di mana 9 orang dari hasil OTT di Riau, sedangkan satunya menyerahkan diri ke KPK.
Mereka di antaranya adalah Kepala Dinas PUPR, Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (PUPR-PKPP) Provinsi Riau, Arif Setiawan; Sekretaris Dinas PUPR-PKPP; lima kepala UPT; serta Tata Maulana (TM), kader PKB yang juga orang kepercayaan Abdul Wahid.
Selain itu, ada satu orang tambahan, yakni Dani M. Nursalam (DMN) selaku Tenaga Ahli Gubernur.
Budi menuturkan bahwa konstruksi perkara akan disampaikan secara detail pada konferensi pers, Rabu (5/11/2025).
