KPK Catat 17 Poin Bermasalah di RUU KUHAP

KPK Catat 17 Poin Bermasalah di RUU KUHAP

KPK Catat 17 Poin Bermasalah di RUU KUHAP
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
) mencatat 17 poin permasalahan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (
RUU KUHAP
) yang sedang dibahas DPR dan pemerintah.
“Dalam perkembangan diskusi di internal KPK setidaknya ada 17 poin yang menjadi catatan dan ini masih terus kami diskusikan,” kata Juru Bicara KPK
Budi Prasetyo
di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (16/7/2025).
Budi mengatakan, KPK masih mendiskusikan poin-poin permasalahan tersebut dan hasilnya akan disampaikan kepada Presiden dan DPR sebagai masukan dalam draf RUU KUHAP.
“Dan hasilnya akan kami sampaikan kepada Bapak Presiden dan DPR sebagai masukan terkait dengan rancangan undang-undang hukum acara pidana tersebut,” ujarnya.
Budi mengatakan, salah satu poin yang disoroti KPK adalah RUU KUHAP mengesampingkan sifat kekhususan (
lex specialist
) dalam penanganan kasus
tindak pidana korupsi
.
Dia mengatakan, tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar biasa (
extraordinary crime
) yang membutuhkan upaya hukum khusus.
“Artinya tentunya KUHAP juga tentu butuh untuk mengatur itu (tindak pidana korupsi) secara khusus juga,” tuturnya.
Lebih lanjut, Budi mengatakan, kajian internal terkait RUU KUHAP sudah tahap finalisasi.
“Kami segera kirim masukan itu,” ucap dia.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkritik isi draf Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang mengatur pencekalan ke luar negeri hanya untuk tersangka.
Padahal, KPK selama ini dalam menjalankan tugas bisa melakukan pencekalan ke luar negeri bagi saksi, sebagaimana diatur dalam UU KPK.
“Di RKUHAP itu yang bisa dilakukan cekal adalah hanya tersangka, namun KPK berpandangan cekal tentunya tidak hanya dibutuhkan bagi tersangka saja, tapi bisa juga terhadap saksi ataupun pihak-pihak terkait lainnya,” kata Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (15/7/2025).
Budi menjelaskan, keberadaan saksi dan pihak terkait dalam perkara korupsi di dalam negeri dibutuhkan KPK agar proses penyidikan dapat berjalan efektif.
“Karena esensi dari cekal itu adalah kebutuhan keberadaan dari yang bersangkutan untuk tetap di dalam negeri sehingga ketika dilakukan proses-proses penyidikan dapat dilakukan lebih efektif,” ujarnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.