KPID Jatim Temukan 99 Pelanggaran Siaran Anak dalam 3 Bulan, Trans 7 hingga TV Swasta Kena Sanksi

KPID Jatim Temukan 99 Pelanggaran Siaran Anak dalam 3 Bulan, Trans 7 hingga TV Swasta Kena Sanksi

Probolinggo (beritajatim.com) – KPID Jawa Timur mencatat 99 pelanggaran siaran yang berkaitan dengan perlindungan anak sepanjang tiga bulan terakhir. Temuan ini memperlihatkan masih banyaknya konten televisi yang belum ramah anak, mulai dari iklan, tayangan hiburan, hingga pemberitaan yang menampilkan identitas anak secara terbuka.

Komisioner KPID Jatim, Aan Hariyono, mengatakan bahwa anak hari ini semakin sering dijadikan objek konten, sementara masyarakat mengonsumsi produk digital tanpa filter. Kondisi ini menyebabkan anak rentan terpapar informasi yang tidak sesuai usia.

“Masyarakat tidak punya banyak pilihan. Konten yang muncul ya itu-itu saja. Karena itu, produk jurnalistik ramah anak dari media arus utama sangat kita tunggu,” ujarnya pada Kamis (27/11/2025) siang, di Gedung Rumah Batik, Kota Probolinggo, saat memaparkan materi kepada jurnalis.

KPID Jatim merinci 99 kasus pelanggaran dalam tiga bulan terakhir sebagai berikut: 36 kasus: konten/iklan yang mengeksploitasi anak, 27 kasus: tayangan tanpa klasifikasi usia (SU, 13+, 17+), 22 kasus: penayangan wajah/identitas anak yang menjadi korban atau pelaku, 14 kasus: bahasa, adegan, atau ikonografi yang tidak layak bagi anak.

Jumlah ini turun 38,8 persen dibanding periode yang sama tahun 2024, yang mencatat 162 pelanggaran. KPID menyebut penurunan tersebut sebagai tanda positif bahwa kepatuhan media terhadap kode etik meningkat.

Aan menjelaskan, KPID menerapkan tiga tahap sanksi: surat peringatan, pemanggilan, hingga penutupan program bagi lembaga penyiaran yang tidak melakukan perbaikan.

Ia mencontohkan kasus 292 aduan publik terhadap dua program Trans 7 yang dinilai tidak layak tayang. “Kasus itu langsung kami koordinasikan dengan KPI Pusat, dan pada hari yang sama programnya ditutup,” tegasnya.

Selain itu, KPID juga memproses aduan dari Dewan Masjid Indonesia (DMI) mengenai tayangan kalimat tauhid yang ditampilkan dalam bentuk joget di salah satu TV swasta nasional. Aduan tersebut langsung diteruskan ke KPI Pusat.

Total aduan publik terhadap lembaga penyiaran di Jawa Timur sepanjang 2025 mencapai 427 aduan, meningkat 22 persen dibanding 2024.

KPID Jatim membuka layanan aduan 24 jam melalui WhatsApp, pesan teks, voice note, website resmi, dan kunjungan langsung ke kantor di Surabaya.

Meski tidak mengawasi platform digital atau layanan streaming, KPID tetap menerima semua laporan masyarakat sebagai bahan evaluasi.

Aan menekankan pentingnya literasi digital keluarga di tengah derasnya arus teknologi. Orang tua diminta tidak kehilangan kontrol atas aktivitas digital anak.

“Orang tua harus tahu game pertama yang diunduh anak, media sosial apa yang dipakai, bahkan email yang digunakan. Pencegahan dimulai dari rumah,” jelasnya.

Ia juga menyebut bahwa masyarakat kini memasuki era Society 5.0, di mana teknologi seharusnya dikendalikan manusia, bukan sebaliknya.

Sementara itu, Plt Kepala Dinas Kominfo Kota Probolinggo, Dr. Lucia Aries Yuliyanti, mengapresiasi peran media yang semakin patuh terhadap kode etik jurnalistik terkait perlindungan anak.

Ia menyebut regulasi daerah seperti Perda Kota Layak Anak, Perda No. 3, Perda No. 10/2018 tentang PPPA dan KLA, hingga Perwali pencegahan perkawinan anak, telah menjadi pedoman penting dalam pemberitaan yang berperspektif perlindungan anak.

“Jika ada satu dua pemberitaan yang kurang tepat, kami ajak diskusi. Media sangat responsif dan cepat melakukan perbaikan,” ujarnya.

Menurutnya, porsi pencegahan harus diperbanyak agar kasus berkaitan dengan anak dapat terus ditekan. “Tujuan kita bukan menjadi pemadam kebakaran, tapi mencegah agar kasus tidak terjadi,” tegasnya. (ada/kun)