KPAI Catat 37 Kasus Anak Mengakhiri Hidup, Psikolog Klinis: Kekerasan Jadi Faktor Risiko

5 December 2023, 15:17

TEMPO.CO, Jakarta – Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI mencatat sebanyak 37 kasus perilaku anak mengakhiri hidup selama Januari sampai November 2023. Catatan KPAI tersebut menunjukkan pola perilaku ini terjadi pada usia rawan dan usia transisi jenjang pendidikan, misalnya dari sekolah dasar (SD) ke sekolah menengah pertama (SMP) dan SMP ke sekolah menengah atas (SMA), yaitu pada usia kelas 5 atau 6 SD, kelas 1 atau 2 SMP, serta usia kelas 1 atau 2 SMA.Kasus perilaku anak mengakhiri hidup menjadi penyebab kematian terbesar ketiga, yakni kekerasan yang bisa memicu anak mengakhiri hidupnya. Dua faktor pemicu lainnya adalah kecelakaan di jalan raya dan penyakit.Menanggapi kenyataan ini, psikolog klinis Wiwit Puspitasari mengatakan secara umum, jumlah kasus perilaku mengakhiri hidup pada usia remaja memang meningkat di dunia. Anak pada jenjang pendidikan SD sampai SMA umumnya masih berada pada rentang usia remaja.”Menurut riset juga, kekerasan yang dialami memang jadi satu faktor risiko yang berhubungan dengan munculnya ide mengakhiri hidup atau percobaan mengakhiri hidup. Baik itu kekerasan fisik, seksual, atau emosional, juga pengabaian emosional,” kata Wiwit kepada Tempo pada Senin, 4 Desember 2023.Wiwit mengatakan menjadi korban kekerasan sama sekali tidak mudah. Terlebih lagi, jika kekerasan tersebut dialami oleh anak dalam rentang waktu yang lama.”Secara umum di usia tersebut, remaja memang masih belum memiliki kemampuan pengelolaan emosi yang matang dan penyelesaian masalah yang baik. Karena secara fisiologis, perkembangan otak yang belum matang. Maka, mereka bisa rentan untuk dapat melakukan hal ini,” kata Wiwit.Pentingnya edukasi dan pendampinganWiwit mengatakan perilaku mengakhiri hidup pada anak dapat dicegah salah satunya dengan cara edukasi. Misalnya edukasi kepada keluarga atau komunitas mengenai dampak kekerasan dan cara mengelola emosi. Selain itu, upaya lain adalah meningkatkan kepekaan terhadap orang-orang di sekitar yang mungkin mengalami kekerasan. Bila ditemukan hal seperti ini, maka perlu adanya pendampingan.Menurut Wiwit, baik keluarga, guru, dan komunitas dapat diberikan edukasi agar memahami bagaimana mendengarkan remaja. “Kalau remaja sendiri, memang perlu diajarkan cara mengelola emosi dan mendorong mereka yang menjadi korban kekerasan untuk mencari bantuan,” kata dia. Akar permasalahan harus diusutKetua KPAI Ai Maryati Solihah mengatakan negara harus mengusut apa sesungguhnya akar dari persoalan ini. Ia juga menyoroti adanya pergeseran budaya masyarakat yang mengharuskan anak-anak melaksanakan PJJ, lalu kembali diharuskan untuk berinteraksi secara langsung. Maka dari itu, anak dihadapkan dengan situasi pembiasaan dengan sesama dengan lingkungan sosial.”Apakah ada situasi yang hilang atau karakter building yang hilang, misalnya saling ejek kemudian pada fase tertentu saling melukai. Namun, bagaimana dengan hati? Tidak ada yang tahu,” ujar Ai dalam Focus Group Discussion pada 28 November 2023. Ai mengatakan situasi perlindungan khusus anak tidak sistematis seperti pemenuhan hak anak. “Tantangan terbesarnya adalah sejauh mana anak menjadi pelaku atau korban dengan ditarik mengapa di sektor hilir terjadi peristiwa tersebut dan angkanya tinggi,” kata dia.Iklan

Perilaku menyakiti diri sendiri dan keinginan mengakhiri hidup adalah masalah kesehatan mental global yang utama. Frekuensi dan tingkat keparahannya semakin meningkat. Perilaku mengakhiri hidup dan perilaku menyakiti diri sendiri merupakan dua konsep yang berbeda, walaupun mungkin memiliki beberapa kesamaan.Perilaku mengakhiri hidup mengacu pada tindakan apa pun yang bertujuan untuk mengakhiri hidup seseorang, seperti mencoba mengakhiri hidup, membuat rencana mengakhiri hidup, atau mengungkapkan pikiran maupun perasaan untuk mengakhiri hidup. Perilaku menyakiti diri sendiri juga dikenal sebagai non-suicide self-injuries mengacu pada tindakan yang disengaja untuk melukai diri sendiri atau melukai diri sendiri tanpa niat untuk mengakhiri hidup.Berdasarkan jurnal berjudul The Relation Between Child Maltreatment and Adolescent Suicidal Behavior: A Systematic Review and Critical Examination of the Literature yang dipublikasikan oleh National Institutes of Health, hubungan antara penganiayaan anak dengan keinginan serta upaya bunuh diri terbukti melalui sejumlah studi. Hasil penelitian umumnya menunjukkan bahwa pelecehan seksual pada masa kanak-kanak, pelecehan fisik, pelecehan emosional serta penelantaran berhubungan dengan keinginan dan percobaan bunuh diri.Pada sebagian besar penelitian, hubungan ini tetap signifikan ketika mengendalikan faktor seperti demografi remaja, kesehatan mental, keluarga, dan variabel yang berhubungan dengan teman sebaya.Pilihan Editor: Sederet Kasus Mahasiswa Bunuh Diri di Indonesia, Ada Masalah Apa?Catatan Redaksi:Jangan remehkan depresi. Untuk bantuan krisis kejiwaan atau tindak pencegahan bunuh diri:Dinas Kesehatan Jakarta menyediakan psikolog GRATIS bagi warga yang ingin melakukan konsultasi kesehatan jiwa. Terdapat 23 lokasi konsultasi gratis di 23 Puskesmas Jakarta dengan BPJS.Bisa konsultasi online melalui laman https://sahabatjiwa-dinkes.jakarta.go.id dan bisa dijadwalkan konsultasi lanjutan dengan psikolog di Puskesmas apabila diperlukan.Selain Dinkes DKI, Anda juga dapat menghubungi lembaga berikut untuk berkonsultasi:
Yayasan Pulih: (021) 78842580.
Hotline Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan: (021) 500454
LSM Jangan Bunuh Diri: (021) 9696 9293

Tokoh

Partai

Institusi

K / L

BUMN

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Topik

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi