Sidoarjo (beritajatim.com) – Dr. Erlan Jaya Putra SH. MH, penasehat hukum terdakwa Siskawati dalam kasus pemotongan dana insentif ASN di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kab. Sidoarjo, kembali mengkritik secara pedas ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Erlan menyebut KPK tebang pilih dalam penegakan hukum. Dalam kasus yang disebut OTT di kantor Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo itu, menurutnya, sangat diperlihatkan secara jelas. “Lihat kasus pemotongan dana insentif ASN BPPD Kab. Sidoarjo yang ditangani KPK ini, klien saya yang jelas-jelas juga korban pemotongan, dihukum,” ucapnya usai sidang dengan agenda keterangan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Senin (8/7/2024).
Erlan mengatakan, pengakuan ketiga saksi yang dihadirkan yang mana mereka adalah, Sulistiyono sekretaris BPPD Sidoarjo, Hadi Yusuf mantan Sekretaris BPPD dan Rahma Fitri Kristiani PNS BPPD Sidoarjo yang punya peran yang sama seperti terdakwa Siskawati sebelumnya di dinas tersebut.
Dalam kesaksiannya Rahma juga mengakui pemotongan insentif tersebut sudah ada di zamannya dia menjabat, atau sudah dilakukan beberapa tahun yang lalu.
“Dari keterangan saksi tadi, Siskawati ini hanya menjalankan tugas dari pimpinannya dan tidak ada kerugian negara. Ini lah pentingnya, asas equality before the law dimana setiap orang tunduk pada hukum peradilan yang sama. Kalau mau bersih ayo ditindak semua yang terlibat,” tegas Erlan meminta.
Erlan menyebut, KPK harusnya dapat bertindak dengan ketentuan hukum yang ada dengan dibarengi asas kesetaraan hukum bagi semua yang terlibat.
“Saya secara pribadi kenal baik dengan Nawawi Pamulung Ketua KPK saat ini. Karena kami cinta dengan KPK dan percaya atas reputasi dan kredibilitasnya, ayolah semua yang terlibat ditindak lanjuti ayo kita buka semua. Kasian mereka-mereka yang hanya menjalankan tugas dan tidak menikmati potongan insentif itu malah yang ditangani,” ungkapnya.
Dalam sidang tersebut, Sulistyono Sekertaris BPPD dari Siskawati di BPPD mengakui besaran potongan insentif tersebut bervariasi sesuai dengan jabatan dan tunjangan yang diterima.
“Potongan insentif atau di kalangan kami menyebutnya shodaqoh, saya pribadi sekitar Rp 15 juta per tiga bulan. Ini saya lakukan karena di lingkungan saya semuanya juga memberikan shodaqoh sehingga hal itu juga saya lakukan,” tandas Sulistyono.
Pernyataan lain diungkapkan Rahma Fitri Kristiani pegawai BPPD yang dulunya mengemban tugas yang sama seperti Siskawati. Ia mengakui diberi tugas mengumpulkan potongan insentif itu sejak 2019 yang berakhir di 2021 yang kemudian digantikan oleh Siskawati.
“Saya ditunjuk dan diperintahkan mengumpulkan potongan insentif itu sejak 2019, kemudian digantikan oleh Siskawati di 2021. Dari pengalaman saya, potongan insentif pertiga bulan sekali itu jika dikumpulkan keseluruhan mencapai Rp 500 juta hingga 600 juta,” kata Rahma di persidangan.
Perlu diketahui, KPK telah menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kab. Sidoarjo, Siskawati sebagai tersangka kasus dugaan pemotongan insentif ASN, dan kena OTT KPK
Selain Siskawati KPK juga menetapkan tersangka kepada Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono dan Bupati Sidoarjo H. Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor). Dalam dakwaan Siskawati didakwa Pasal 12 huruf f Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. (isa/but)
