Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Koridor Ekosistem Rimba, Program Kementerian ATR/BPN untuk Wujudkan Ekonomi Hijau

Koridor Ekosistem Rimba, Program Kementerian ATR/BPN untuk Wujudkan Ekonomi Hijau

Koridor Ekosistem Rimba, Program Kementerian ATR/BPN untuk Wujudkan Ekonomi Hijau
Penulis
KOMPAS.com
– Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Tata Ruang (Ditjen I) berperan penting dalam mengimplementasikan salah satu misi utama
Asta Cita
, yaitu pengembangan ekonomi hijau.
Untuk diketahui, Asta Cita adalah delapan misi yang diusung Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto dan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka untuk mewujudkan visi Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045.
Salah satu langkah konkret Kementerian ATR/BPN dalam mewujudkan ekonomi hijau adalah dengan meluncurkan Program Koridor Ekosistem
Rimba
, yang mencakup kawasan lindung seluas 3,8 juta hektar (ha) di Provinsi Riau, Jambi, dan Sumatera Barat (Sumbar).
Program tersebut merupakan bentuk implementasi dari Asta Cita 2, yang berfokus pada memantapkan sistem pertahanan keamanan negara serta mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.
Selain itu, program ini juga sejalan dengan Asta Cita 5, yang mendorong hilirisasi dan industrialisasi untuk meningkatkan nilai tambah dalam negeri, serta Asta Cita 8 yang menekankan kehidupan harmonis dengan alam dan budaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.
Direktur Perencanaan Tata Ruang Nasional Kementerian ATR/BPN Nuki Harniati menjelaskan bahwa Program Koridor Ekosistem
Rimba
memiliki peran strategis yang sangat penting.
Menurutnya, program tersebut tidak hanya melestarikan keanekaragaman hayati, tetapi juga menjaga keseimbangan antara ekologi, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.
“Kementerian ATR/BPN melalui Inpres Nomor 1 Tahun 2023 perlu mengarusutamakan keanekaragaman hayati di dalam perencanaan sehingga dapat menjaga keseimbangan antara ekologi, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat,” ucap Nuki dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (23/12/2024).
Program
Koridor Ekosistem Rimba
tidak hanya berfungsi sebagai kawasan lindung, tetapi juga merupakan wilayah yang memiliki nilai strategis dalam sektor ekonomi.
Salah satu nilai strategis dari kawasan tersebut adalah sebagai kawasan unggulan komoditas, dengan luas area mencapai 222.194 ha yang ditanami karet, 116.083 ha yang dialokasikan untuk
hutan
tanaman industri, dan 424.963 ha perkebunan kelapa sawit.
Selain itu, Program Koridor Ekosistem Rimba juga merupakan bagian dari warisan hutan hujan tropis Sumatera yang telah ditetapkan oleh United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) sebagai Tropical Rainforest Heritage of Sumatera.
Koridor tersebut juga berperan penting dalam pengurangan emisi karbon, mengingat hamparan bentang alamnya yang besar berpotensi untuk menyerap emisi.
Tak hanya itu, Program Koridor Ekosistem Rimba berfungsi sebagai penghubung antara berbagai kawasan konservasi seperti cagar alam, suaka margasatwa, dan taman nasional yang tersebar di Riau, Jambi, dan Sumbar. Kawasan ini juga memiliki 15 destinasi wisata alam prioritas dan tiga destinasi wisata bahari yang menjadikannya sebagai wilayah dengan potensi pariwisata alam yang tinggi.
Lebih jauh, terdapat KSN pada Program Koridor Ekosistem Rimba, seperti
Hutan
Lindung Bukit Batabuh serta Taman Nasional Bukit Tigapuluh dan Berbak.
Selain itu, koridor ini juga menjadi tempat tinggal bagi komunitas masyarakat adat yang keberadaannya sangat penting untuk dilestarikan, serta berpotensi mendukung kegiatan wisata alam, geopark, serta seni dan budaya lokal.
Terakhir, Program Koridor Ekosistem Rimba merupakan habitat bagi berbagai satwa asli Sumatera, termasuk harimau, gajah, dan burung, serta mendukung keanekaragaman hayati yang sangat berharga bagi pelestarian lingkungan di kawasan tersebut.
Meskipun memiliki potensi yang besar, Program Koridor Ekosistem Rimba menghadapi sejumlah tantangan serius.
Salah satu isu utama yang dihadapi adalah alih fungsi lahan. Disebutkan bahwa 701.000 ha atau sekitar 18,14 persen dari total wilayah Koridor Rimba telah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit.
Selain itu, terjadi penurunan habitat satwa, terutama harimau Sumatera, yang kini tersisa hanya 14.480 ha dari sebelumnya 66.358 ha pada 1990. Konflik antara manusia dan satwa liar,khususnya harimau, menjadi masalah yang harus segera ditangani, dengan 38 titik konflik tercatat di kawasan ini.
Deforestasi juga menjadi tantangan serius, dengan lebih dari 1 juta ha hutan hilang antara tahun 1990 hingga 2022.
Selain itu, konflik tenurial antara masyarakat adat dan pihak swasta, seperti yang terjadi antara Suku Anak Dalam dan PT Lestari Asri Jaya di Kabupaten Tebo, memperparah situasi di lapangan.
Menurut Nuki Harniati, penanganan masalah tersebut membutuhkan pendekatan lintas sektoral dan kolaboratif.
“Dengan teridentifikasinya masalah di kawasan ini, perlu penyesuaian secara kolektif melalui pendekatan lintas sektoral. Kemudian perlu adanya kolaborasi dan sinergi kegiatan ekonomi hijau serta kejelasan kewenangan urusan pemerintah dan pemerintah daerah,” jelasnya.
Kementerian ATR/BPN berkomitmen untuk memastikan bahwa Program Koridor Ekosistem Rimba tidak hanya berfokus pada pelestarian lingkungan, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi masyarakat di sekitar Kawasan.
Perlu diketahui, Program Koridor Ekosistem Rimba juga menghadapi beberapa kondisi eksisting yang perlu ditangani, di antaranya adalah degradasi kawasan hutan, konflik land tenure dan penggunaan ruang oleh masyarakat adat yang belum terselesaikan, serta konflik ruang antara satwa dengan aktivitas manusia. 
Selain itu, fragmentasi habitat satwa semakin meningkat, sementara penggunaan kawasan gambut yang tidak terkendali menyebabkan kerusakan ekosistem dan kebakaran. 
Kurangnya koordinasi dan integrasi antarprogram serta lemahnya penegakan hukum terkait pemanfaatan ruang juga menjadi tantangan besar.
Indikator capaian yang diharapkan dari Program Koridor Ekosistem Rimba mencakup pengurangan emisi karbondioksida (CO2) di Koridor Rimba, peningkatan kesejahteraan melalui kesetaraan gender, akses terhadap energi terbarukan, serta stabilitas populasi satwa yang dilindungi.
Selain itu, diharapkan adanya peningkatan tutupan hutan, konektivitas ekosistem, dan kerangka hukum yang mendukung pengelolaan berkelanjutan.
Secara keseluruhan, rencana capaian dari Program Koridor Ekosistem Rimba meliputi peningkatan kesejahteraan masyarakat, pelestarian satwa dan keanekaragaman hayati, peningkatan cadangan karbon di seluruh wilayah, serta peningkatan konektivitas ekosistem koridor. Semua ini diharapkan dapat menciptakan keberlanjutan dalam pengelolaan wilayah Rimba. 
Dengan pendekatan ekonomi hijau, program tersebut diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan ekonomi yang berkelanjutan, seperti wisata alam dan pengelolaan sumber daya hutan.
“Harapannya, Program Koridor Ekosistem Rimba ini bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menjaga kelestarian satwa dan keanekaragaman hayati, dan meningkatkan cadangan karbon di seluruh wilayah bentang alam Rimba,” tutur Nuki.
Informasi lebih lanjut mengenai progres Program Koridor Ekosistem Rimba dapat diakses melalui akun Instagram @koridor.
rimba
, Twitter @koridor_rimba, dan YouTube @koridor_rimba.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.