Kediri (beritajatim.com) – Musringah (59), pedagang asal Banjaran, Kota Kediri yang menjadi korban penipuan pesanan beras untuk program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) Kabupaten Kediri 2021 menagih kelanjutan laporannya ke kepolisian. Sebab, laporan yang dia layangkan sejak 2022 itu belum ada perkembangan hingga saat ini.
Kuasa Hukum Musringah, Wiyono, S.H., mengatakan kliennya melaporkan WPS (34), direktur CV MBN yang telah melakukan pemesanan beras sebanyak 180 ton kepadanya ke Polres Kediri pada 25 Juli 2022. Laporan itu dibuat lantaran pesanan beras tersebut belum juga dibayar, sehingga Musringah mengalami kerugian hingga Rp1,584 miliar.
Menurut Wiyono, laporan tersebut belum juga ditindaklanjuti hingga saat ini. Bahkan tidak diketahui bagaimana kelanjutan laporan tersebut.
“Kami tidak tahu perkara ini sudah sejauh mana ditangani dan bagaimana hasilnya. Kita juga tidak tahu sampai sekarang. Saya harapkan adanya kejelasan perkara yang kita laporkan ini, supaya jelas perkaranya,” terang Wiyono bersama korban.
Wiyono menjelaskan kronologi penipuan yang dialami kliennya. Awalnya, pada Desember 2021 korban menerima pesanan beras untuk kegiatan bansos BPNT di wilayah Kecamatan Pare sebanyak 180 ton, dengan kesepakatan harga Rp8.800 per kg dari WPS, sebagai vendor.
Korban sebagai suplier memberikan contoh beras yang dipesan oleh perempuan 34 tahun itu. Setelah terlapor menerima contoh dan terjadi kesepakatan, korban mulai mengirimkan beras pesanan itu dengan kemasan 15 kg per kantong secara bertahap.
Tahap pertama dilakukan pada 27 Desember 2021 sebanyak 20 ton senilai Rp176 juta. Kedua, pada 28 Desember 2021 terlapor mengambil 50 ton senilai Rp440 juta.
Lalu ketiga, 29 Desember 2021 terlapor mengambil lagi 10 ton senilai Rp88 juta. Terakhir, 30 Desember 2021 sebanyak 100 ton senilai Rp880 juta. Sehingga totalnya mencapai Rp1,584 miliar.
Setelah menyelesaikan pengiriman 180 ton beras, korban meminta pembayaran pada terlapor sebagaimana yang telah dijanjikan. Tetapi, terlapor mengulur waktu pembayaran pada April 2024 dengan alasan menunggu pembayaran dari Dinas Sosial Kabupaten Kediri ke CV MBN.
Lalu, pada 10 Februari 2022, korban dihubungi terlapor dan diminta untuk datang ke kantornya. Di sana, korban diberi cek senilai Rp200 juta.
Korban kemudian mendatangi Bank Jatim Kediri untuk pencairan cek tersebut. Namun, cek tersebut ternyata kosong.
Kemudian korban berulang kali meminta pembayaran uang pemesanan beras itu ke kantor CV MBN. Terlapor selalu beralasan belum mendapat pencairan dari Dinsos Kediri. Merasa ditipu, korban akhirnya melapor ke Polres Kediri.
Wiyono mengatakan, laporannya ditanggapi dengan baik oleh Polres Kediri. Setelah langsung diterbitkan Laporan Polisi, penyidik juga melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap para saksi, termasuk terlapor.
“Saat itu terlapor keberadaanya di Kalimantan, sempat dihadirkan di Polres Pare untuk diperiksa. Kemudian kita diberi tambahan-tambahan alat bukti. Lama-kelamaan, perkara ini tindaklanjutnya tidak jelas,” imbuh Wiyono.
Merasa laporan kliennya jalan di tempat, Wiyono berusaha meminta konfirmasi kepada penyidik pada 26 Oktober 2022, tapi tidak ada jawaban. Pun demikian dengan permintaan konfirmasi ulang ada 16 November 2022, juga tidak ada jawaban.
“Lalu 23 Februari 2023 kita juga konfirmasi lewat WhatsApp juga tidak ada tanggapan. Lalu kita mengirimkan surat konfirmasi terkait perkembangan penanganan terkait LP yang kami buat, di kepolisian sampai sekarang juga tidak ada jawaban,” keluh Wiyono.
Menurut Wiyono perbuatan terlapor telah memenuhi unsur Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan. Pihaknya berharap kepolisian bisa menindak terlapor, karena sudah merugikan korban, hingga membuat usahanya gulung tikar.
Kasat Reskrim Polres Kediri AKP Fauzi Pratama mengatakan, pihaknya meminta waktu untuk mencari berkas perkara tersebut.
“Mohon waktu ya,” jawab Fauzi melalui pesan WhatsApp. [nm/beq]
