Bisnis.com, JAKARTA — Teknologi kecerdasan buatan (AI) kian menunjukkan peran strategis dalam mendorong perekonomian Indonesia, dengan nilai ekonomi diprediksi mencapai US$140 miliar atau Rp2.324 triliun pada 2030.
Dalam laporan bertajuk Empowering Indonesia 2025, yang dirilis Indosat Ooredoo Hutchison bersama Twimbit, kontribusi AI terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, diprediksi mencapai ratusan miliar dolar.
Sektor manufaktur diprediksi mencatat kontribusi terbesar dengan nilai sekitar US$357 miliar atau 9% dari total PDB sektoral yang dihitung dalam skenario penerapan AI nasional.
Pada posisi berikutnya, terdapat sektor perdagangan grosir dan retail dengan nilai US$279 miliar atau 6%. Adapun agrikultur mencatat potensi kontribusi 4% atau senilai US$291 miliar.
Di sisi lain, sektor pertambangan memberikan kontribusi US$192 untuk PDB sektoral atau 4% dari kontribusi AI. Diikuti sektor informasi dan komunikasi dengan US$121 miliar atau 11%.
Berikutnya, potensi sektor keuangan dan asuransi, diperkirakan menyumbang sekitar US$68 miliar atau 10% dari PDB sektoral terkait AI. Sementara jasa profesional berkontribusi sebesar US$30 miliar atau 11%.
Jasa lainnya, yang meliputi listrik, pengelolaan limbah, konstruksi, transportasi, akomodasi, properti, administrasi publik, pendidikan, dan kegiatan sosial, mencatat kontribusi US$658 miliar atau 13% dari total PDB sektoral.
Kendati demikian, Vikram menilai, untuk mewujudkan potensi ini, Indonesia harus memperkuat kedaulatan AI di berbagai aspek, yakni dalam aspek talenta, infrastruktur, regulasi, pertumbuhan industri, dan riset AI.
Dalam hal infrastruktur, implementasi kedaulatan AI dimulai dari penguasaan komputasi dan data. Oleh karena itu, Indonesia dinilai perlu membangun infrastruktur yang tinggi seperti pusat data, jaringan edge, dan cloud independen.
Industri telekomunikasi menurutnya juga memiliki peran krusial penting dalam mendukung infrastruktur AI, seiring pergeseran beban kerja teknologi kecerdasan buatan ini.
Dengan jaringan yang paling dekat pada pengguna, operator harus berkembang dari penyedia konektivitas menjadi penggerak AI. Seiring volume lalu lintas data yang melonjak hampir empat kali lipat sepanjang 2019–2024, tuntutan terhadap jaringan yang lebih responsif dan stabil semakin besar.
Kendati demikian, ketersediaan koneksi internet berkecepatan tinggi masih terbatas, tercermin dari cakupan 5G yang baru mencapai 26,3 persen. Bagi industri telekomunikasi, memperluas jaringan 5G yang andal dan infrastruktur edge adalah kunci menuju Kedaulatan AI Indonesia.
Kemudian, industri telekomunikasi perlu menggencarkan teknologi seperti AI-RAN, yang memungkinkan integrasi kecerdasan buatan langsung ke dalam jaringan akses (Radio Access Network/RAN), untuk menghadirkan layanan AI baru, meningkatkan pemanfaatan jaringan, efisiensi, dan performa.
