Jakarta –
Kecelakaan pesawat mematikan Jeju Air Korea Selatan menewaskan 179 orang. Salah satu dari dua orang yang selamat, yakni pramugara bahkan mengaku tidak mengingat bagaimana kecelakaan bisa terjadi pada Minggu (29/12/2024).
Dirinya kini tengah terbaring di rumah sakit Mokpo Hankook.
“Apa yang terjadi? Bagaimana saya bisa ada di sini?” kata dia saat terbangun, dikutip dari The Guardian.
Ia memberitahu dokter hal terakhir yang ia ingat adalah mengenakan sabuk pengaman sebelum mendarat. Hal ini dikarenakan menurutnya saat itu pesawat akan segera mendarat. Tidak ada ingatan apapun terkait kejadian setelahnya.
Dia bertugas melayani penumpang di dekat bagian belakang pesawat. Kini ia mengalami cedera di bahu kiri dan kepala.
Ia berada dalam perawatan khusus karena kemungkinan efek samping termasuk kelumpuhan total, sementara korban selamat lainnya, seorang pramugari berusia 25 tahun juga sedang dirawat.
Menurut laporan Bernama, meski kondisinya stabil, ia juga dilaporkan mengalami cedera pada pergelangan kaki dan kepala. Staf medis menolak menjawab pertanyaan wartawan tentang kondisinya.
Pesawat Jeju Air 2216, yang membawa 181 penumpang, terbang dari Bandara Suvarnabhumi Bangkok dan kemudian jatuh di Bandara Internasional Muan di provinsi Jeolla Selatan Korea Selatan sekitar pukul 9 pagi waktu setempat.
Sebelum kecelakaan, seorang penumpang mengirim pesan teks kepada anggota keluarga, mengatakan pesawat itu tidak dapat mendarat karena ada burung di sayapnya. Itu adalah salah satu pesan teks terakhir yang diketahui dikirim kepada anggota keluarga.
“Ada burung yang tersangkut di sayap, dan kami tidak bisa mendarat. Baru saja. Haruskah saya meninggalkan pesan terakhir saya?” kata penumpang itu dalam pesan teks kepada seorang kerabat pada pukul 9 pagi.
Kerabat itu mengatakan kepada kantor berita lokal News1, penumpang tidak dapat dihubungi setelah itu.
Frutasinya Keluarga Korban
Menurut The Korea Times, keluarga yang berduka atas kehilangan orang yang mereka cintai mengungkapkan kemarahan dan frustrasi atas tanggapan pihak berwenang setelah kecelakaan pesawat.
Tangisan anggota keluarga terdengar di lantai pertama Bandara Internasional Muan, 288 kilometer barat daya Seoul.
“Kakak perempuan saya ada di pesawat itu,” kata seorang wanita berusia 33 tahun bermarga Kim. “Dia mengalami begitu banyak kesulitan dan pergi bepergian karena situasinya baru saja mulai membaik.”
Sekitar pukul 3:30 sore waktu setempat, pemerintah mulai merilis nama-nama 22 korban tewas yang dikonfirmasi, yang memicu kesedihan dan duka mendalam dari keluarga yang berkumpul.
Sebagian memprotes bahwa nama-nama tersebut tidak sesuai dengan yang dirilis sebelumnya, sementara yang lain mengeluh bahwa mereka tidak menerima informasi apa pun selama berjam-jam.
“Apakah terlalu berlebihan untuk meminta daftar korban tewas diumumkan dengan jelas beserta status terkini kecelakaan?” kata salah seorang anggota keluarga.
Sebagian menuntut agar mereka diizinkan mengunjungi lokasi kecelakaan agar mereka dapat mengidentifikasi anggota keluarga mereka. Kementerian Kesehatan Korea Selatan mengaktifkan sistem tanggap darurat medis yang meminta personel medis dan penyelamat darurat untuk dikirim ke lokasi kejadian.
Kementerian juga mengirim seorang direktur pemakaman untuk membantu persiapan pemakaman dan berencana untuk menawarkan konseling profesional kepada para korban dan keluarga mereka.
Sementara itu, pemerintah provinsi Jeolla Selatan mengatakan akan membuka akomodasi sementara bagi keluarga korban di asrama Universitas Nasional Mokpo.
(naf/kna)