Jember (beritajatim.com) – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyayangkan penyitaan sejumlah buku oleh polisi pada saat penangkapan sejumlah aktivis dan pengunjuk rasa baru-baru ini.
“Kami menyayangkan karena buku itu kan sumber pengetahuan. Tidak ada hubungannya mestinya dengan aksi unjuk rasa. Orang membaca buku itu kan menambah pengetahuan. Semestinya itu tidak terjadi,” kata Ketua Komnas HAM Anis Hidayah, di sela-sela kunjungannya ke Kabupaten Jember, Jawa Timur, 4-5 Oktober 2025.
Komnas HAM mendorong polisi bisa bekerja lebih profesional. “Apalagi pemerintah juga sudah membentuk tim reformasi kepolisian,” kata Anis.
“Harapan kami ini dijadikan momentum agar polisi berbenah dalam menjalankan peran-perannya, mengedepankan prinsip-prinsip HAM, tidak menyalahgunakan kewenangannya untuk menimbulkan persoalan seperti penangkapan sewenang-wenang, kasus-kasus penyiksaan yang selama ini masih terjadi,” kata Anis.
Anis menilai tim reformasi kepolisian yang dibentuk pemerintah harus dikawal bersama. “Karena ini kepentingan kita bersama,” katanya.
Sementara itu, Ikwan Setiawan, pengajar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, mengingatkan, bahwa membaca buku adalah kebebasan dan keleluasaan akademis yang harus dipelihara dan ditumbuhkembangkan.
“Bagi aktivis, pengayaan wacana dan pengetahuan, baik yang bersifat regional, nasional, maupun internasional, melalui buku-buku kritis akan memberikan alternatif bagaimana mereka harus bergerak untuk menyuarakan bermacam ketidakadilan yang berlangsung dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Ikwan. [wir].
