Komisi XI Dukung Menkeu Purbaya, Pelaku Rokok Ilegal Akan Dibina Lewat Kawasan KIHT

Komisi XI Dukung Menkeu Purbaya, Pelaku Rokok Ilegal Akan Dibina Lewat Kawasan KIHT

Komisi XI Dukung Menkeu Purbaya, Pelaku Rokok Ilegal Akan Dibina Lewat Kawasan KIHT
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Ketua Komisi XI DPR Misbakhun mendukung langkah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang berencana mengedepankan pembinaan bagi pelaku usaha rokok ilegal melalui penguatan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT).
Dia menilai, pendekatan dari kementerian pimpinan Purbaya Yudhi Sadewa itu merupakan strategi pemberantasan yang lebih konstruktif dan berorientasi jangka panjang.
“Banyak pelaku usaha kecil ingin beroperasi secara legal tetapi kurang akses dan pendampingan. Pembinaan akan memberi jalan yang lebih realistis bagi mereka,” ujar Misbakhun dalam keterangannya, Kamis (6/11/2025).
Misbakhun menjelaskan, pendampingan dan pengintegrasian KIHT akan mendorong mereka masuk ke dalam sistem.
Dengan demikian, kata dia, KIHT akan memberi kepastian usaha sekaligus berkontribusi pada penerimaan negara.
“Intinya adalah mengintegrasikan mereka ke dalam sistem, bukan membuat mereka semakin terpinggirkan. Dengan begitu, negara dan pelaku usaha sama-sama diuntungkan,” tuturnya.
Lalu, Misbakhun menegaskan pentingnya optimalisasi KIHT sebagai instrumen pembinaan.
Dia menyebut kawasan tersebut sebagai ruang transisi yang menyediakan lingkungan produksi legal, fasilitas bersama, dan pendampingan teknis.
“KIHT adalah jembatan dari sektor gelap ke industri resmi. Dengan tata kelola terpusat, pengawasan dan kapasitas produksi bisa meningkat tanpa beban biaya besar,” kata Misbakhun.
Meski begitu, Misbakhun tetap menekankan betapa pentingnya pengawasan ketat oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu terhadap produksi dan peredaran rokok ilegal.
“Pelaku usaha yang ingin berubah harus difasilitasi, tetapi yang melanggar tetap harus ditindak tegas. Ini soal menjaga keadilan dan kepatuhan dalam industri,” bebernya.
Sementara itu, terkait keputusan pemerintah yang tidak akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dan harga jual eceran rokok pada 2026, Misbakhun menilai sudah tepat.
Sebab, stabilitas tarif akan memberi kepastian bagi industri dan menjaga pasar tetap sehat.
“Kombinasi pembinaan, penguatan KIHT, dan stabilitas tarif CHT merupakan formula komprehensif untuk menekan rokok ilegal dan meningkatkan penerimaan negara,” imbuh Misbakhun.
Sebelumnya, pemerintah sedang menyiapkan skema tarif cukai dan pengaturan lain untuk mengajak
produsen rokok ilegal
bergabung ke Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT).
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, kebijakan itu bertujuan mengendalikan peredaran rokok ilegal sekaligus memasukkan produksinya ke jalur yang legal dan terpantau.
“Masih kita diskusikan, tapi harusnya Desember awal sudah jalan semuanya,” ujar Purbaya usai Rapat Kerja Komite IV DPD RI bersama Menteri Keuangan di kantor DPD RI Jakarta, Senin (3/11/2025).
Purbaya mengatakan bahwa terkait besaran tarif cukai yang disiapkan, diakuinya perhitungannya belum final.
Untuk itu, Pemerintah katanya sedang berdiskusi intens dengan pelaku usaha yang berminat masuk ke KIHT serta pelaku industri lain untuk menemukan formulasi yang tepat.
Berbeda dengan pendahulunya, Purbaya menekankan bahwa pendekatan pemerintah saat ini bukan untuk menghancurkan pelaku usaha rokok ilegal, melainkan membina agar mereka beralih ke produksi yang legal.
Menurutnya, dengan memasukkan produsen ilegal ke jaringan produksi legal, negara mendapat pemasukan yang lebih adil dan peredaran rokok bisa lebih terkendali.
Purbaya menegaskan bahwa tujuan kebijakan ini adalah menciptakan level playing field agar semua pelaku usaha yang memperoleh keuntungan turut memberi kontribusi pajak dan cukai yang seharusnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.