Komisi I DPRD Malang Menengahi Sengketa Tanah di Ngawonggo

Komisi I DPRD Malang Menengahi Sengketa Tanah di Ngawonggo

Malang (beritajatim.com) – Komisi I DPRD Kabupaten Malang turun tangan menengahi sengketa tanah antara warga dan perangkat desa di Desa Ngawonggo, Kecamatan Tajinan, Selasa (3/6/2025). Perselisihan melibatkan Liana selaku pemohon dan Sekretaris Desa (Sekdes) Basori sebagai termohon.

Hearing berlangsung di ruang Komisi I DPRD Kabupaten Malang dengan dihadiri kedua belah pihak, Camat Tajinan, Kepala Desa Ngawonggo, perwakilan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Badan Pertanahan Nasional (BPN), serta Dinas Pertanahan.

Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Malang, Amarta Faza, mengatakan bahwa forum dengar pendapat digelar untuk mendengarkan penjelasan dari semua pihak yang bersengketa, termasuk dari pemerintah desa.

“Terkait masalah tanah ini, tadi ada dua pandangan yang berbeda dari dua pihak. Dari pemohon yakni Liana, bahwa tanah yang disengketakan itu adalah miliknya karena sudah terjadi jual beli melalui beberapa ahli waris,” ujar Faza usai mediasi.

“Sedangkan dari termohon yakni Basori, bahwa sejak tahun 2000-an tanah tersebut adalah milik yang bersangkutan,” lanjutnya.

Karena masing-masing pihak membawa argumen dan bukti masing-masing, serta tidak ada titik temu dalam mediasi, Komisi I DPRD mengambil sikap untuk memberi amanat kepada pihak-pihak terkait agar permasalahan dapat ditindaklanjuti secara prosedural.

Pertama, Camat Tajinan diminta untuk terus mengawal proses penyelesaian, termasuk mendorong mediasi lanjutan jika memungkinkan. Kedua, Kepala Dinas Pertanahan Kabupaten Malang diminta melakukan penelusuran ulang terhadap status persil tanah, termasuk melalui buku terawang desa.

“Terakhir jika masih tidak tercapai kata sepakat dari mediasi, tentunya harus diselesaikan di Pengadilan. Karena untuk memutuskan petak persil itu milik siapa, ranahnya ada di Pengadilan,” tegas Faza yang juga Ketua Fraksi Partai NasDem.

Faza menambahkan, dalam hearing tersebut, baik Liana maupun Basori sama-sama membawa dokumen bukti. Liana membawa kuitansi pembelian serta dokumen riwayat leter C, sedangkan Basori juga menyampaikan dokumen kepemilikan lainnya.

“Tetapi kembali lagi, terkait bukti bukan menjadi ranah DPRD Kabupaten Malang untuk menentukan kebenaran bukti mana yang lebih sah dan kuat. Itu harus dibuktikan melalui Pengadilan. Apalagi sebelumnya dari desa juga pernah memediasi tetapi tidak ditemukan kata sepakat,” pungkasnya. [yog/beq]