Komisi E DPRD Jatim Tuntaskan Raperda Kebencanaan, Respons Ancaman 241 Bencana pada 2025

Komisi E DPRD Jatim Tuntaskan Raperda Kebencanaan, Respons Ancaman 241 Bencana pada 2025

Surabaya (beritajatim.com) – Komisi E DPRD Jawa Timur menuntaskan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan atas Perda Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Bencana. Langkah ini ditempuh untuk memperkuat payung hukum sekaligus meningkatkan perlindungan terhadap masyarakat, khususnya kelompok rentan.

“Perubahan Perda ini bukan hanya penyesuaian regulasi, tetapi kebutuhan mendesak untuk memastikan negara hadir melindungi seluruh warga, terutama kelompok rentan,” kata Juru Bicara Komisi E DPRD Jatim, Cahyo Harjo Prakoso saat paripurna di DPRD Jatim, Kamis (27/11/2025).

Cahyo menyebutkan berdasarkan kajian risiko kebencanaan, Provinsi Jawa Timur tercatat memiliki 14 ancaman bencana yang tersebar di 38 kabupaten dan kota, dan selama Januari hingga September 2025 telah terjadi 241 kejadian bencana. Ratusan bencana itu menyebabkan korban jiwa, ribuan rumah rusak, serta puluhan ribu kepala keluarga terdampak.

“Data BPBD menunjukkan bahwa risiko bencana kita sangat tinggi dan hampir merata di seluruh wilayah Jawa Timur,” ujar Ketua DPC Gerindra Surabaya ini.

Komisi E DPRD Jatim menilai Perda Nomor 3 Tahun 2010 sudah tidak relevan dengan perkembangan kondisi kebencanaan saat ini. Dari total 107 pasal, lanjut Cahyo, sebanyak 50 pasal mengalami perubahan, baik berupa revisi, penambahan pasal baru, maupun penghapusan. “Perda ini sudah berlaku 15 tahun, sementara tantangan kebencanaan terus berkembang dan semakin kompleks,” kata Cahyo.

Dalam revisi tersebut, penguatan perlindungan bagi kelompok rentan seperti perempuan, anak, dan penyandang disabilitas menjadi salah satu fokus utama. Salah satu langkah konkret yang diatur adalah pembentukan Unit Layanan Disabilitas di lingkungan BPBD.

“Kelompok rentan harus mendapatkan perlindungan sejak pra bencana, saat tanggap darurat, sampai tahap pemulihan,” tutur alumnus FH Universitas Airlangga Surabaya ini.

Komisi E juga mendorong penguatan peran relawan sebagai mitra strategis BPBD di daerah. Selain itu, kata dia, pola kolaborasi pentahelix yang melibatkan masyarakat, perguruan tinggi, dunia usaha, dan media massa digariskan lebih tegas dalam Perda hasil revisi. “Penanggulangan bencana tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah, semua unsur harus terlibat,” ujar dia.

Pengaturan rencana operasi darurat, rencana kontinjensi, hingga rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana beserta skema pendanaannya juga masuk dalam materi perubahan. Dengan demikian, penanganan bencana diharapkan tidak lagi bersifat sementara atau reaktif. “Kami ingin seluruh tahapan penanggulangan bencana berjalan sistematis dan terukur,” tutur dia.

Cahyo berharap revisi Perda ini dapat memperkuat kesiapsiagaan daerah menghadapi berbagai ancaman, mulai dari banjir hingga erupsi gunung api. Dia menilai regulasi yang adaptif menjadi kunci keselamatan masyarakat di tengah perubahan iklim dan dinamika lingkungan. “Tujuan akhirnya adalah melindungi masyarakat Jawa Timur agar lebih siap, lebih aman, dan lebih cepat pulih ketika bencana terjadi,” pungkas Cahyo. [asg/kun]