Komisi E DPRD Jatim Soroti Pentingnya Harmoni Sosial untuk Cegah Kekerasan di Sekolah

Komisi E DPRD Jatim Soroti Pentingnya Harmoni Sosial untuk Cegah Kekerasan di Sekolah

Surabaya (beritajatim.com) – Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur, Jairi Irawan, menekankan pentingnya harmoni sosial dan budaya dalam upaya menciptakan masyarakat anti-kekerasan, termasuk di lingkungan sekolah.

Hal ini disampaikan Jairi dalam sebuah sarasehan bertajuk “Merajut Harmoni Sosial dan Budaya Menuju Masyarakat Anti Kekerasan” yang diselenggarakan di SMK Dr. Soetomo Surabaya (Smekdors) pada Kamis (20/2/2025) sore.

Dalam sarasehan tersebut, Jairi menyoroti beberapa faktor yang berkontribusi pada meningkatnya angka kekerasan di berbagai kalangan. Pertama, ia mencatat adanya peningkatan sensitivitas etnis yang berpotensi memicu konflik.

“Dulu kita tidak pernah membedakan etnis, sekarang etnisitas mulai muncul, sehingga rawan muncul kekerasan,” ujarnya.

Faktor kedua adalah munculnya beragam bentuk kekerasan baru yang dipicu oleh perkembangan teknologi dan media sosial. Kemudahan akses informasi dan interaksi online, menurut Jairi, justru membuka peluang baru bagi terjadinya kekerasan, baik secara fisik, verbal, maupun seksual.

“Dengan adanya media sosial dan fasilitas yang sangat banyak, ini menimbulkan semakin banyak bentuk kekerasan,” tambahnya.

Ketiga, Jairi menyoroti adanya generation gap yang perlu dijembatani. Ia menyarankan dialog dan diskusi antar generasi, khususnya antara generasi milenial dan Gen Z, untuk mengurangi kesenjangan dan mencegah potensi kekerasan.

“Generasi gap ini, harus dipertemukan dengan diskusi atau nyangkruk untuk memperkecil gap, sehingga kekerasan bisa diminimalisir,” jelasnya.

Sarasehan ini juga menekankan peran penting sekolah dalam membentuk karakter anti-kekerasan. Sekolah, sebagai tempat interaksi intensif, membutuhkan peran guru BK yang terampil dan memiliki informasi terkini dalam menangani berbagai bentuk kekerasan.

Selain itu, Jairi juga menyarankan reformasi kegiatan ekstrakurikuler sekolah agar lebih relevan dengan perkembangan zaman. “Reformasi ektrakurikuler sekolah. Saat ini tidak harus PMR, Pramuka, jadi harus disesuaikan dengan kondisi saat ini. Misalnya e-sport,” tuturnya.

Sarasehan ini menjadi langkah awal dalam upaya membangun kesadaran kolektif untuk menciptakan lingkungan yang aman dan harmonis, bebas dari kekerasan. Partisipasi aktif semua pihak, mulai dari pemerintah, sekolah, hingga masyarakat, sangat krusial dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang damai dan sejahtera. [ipl/ian]