Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) meluruskan mengenai rumor beredar perihal kabar balik nama ponsel seperti di kendaraan bermotor. Komdigi menegaskan informasi tersebut tidak benar.
Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Kemkomdigi Wayan Toni mengatakan wacana terkait dengan layanan pemblokiran dan pendaftaran ulang International Mobile Equipment Identity (IMEI) bukanlah aturan balik nama ponsel seperti pada kendaraan bermotor.
Dia menegaskan tidak benar jika seolah-olah Komdigi akan mewajibkan setiap ponsel memiliki tanda kepemilikan seperti BPKB motor.
“Ini sifatnya sukarela, bagi yang ingin mendapatkan perlindungan lebih jika ponselnya hilang atau dicuri. Wacana ini adalah tindak lanjut dari aspirasi masyarakat yang identitasnya kerap kali disalahgunakan saat HP hilang atau dicuri,” kata Wayan dalam siaran pers, Sabtu (4/10/2025).
Dia menjelaskan IMEI berfungsi sebagai identitas perangkat resmi yang telah terdaftar di sistem pemerintah. Dengan sistem ini, ponsel hasil tindak pidana bisa diblokir sehingga tidak lagi memiliki nilai ekonomis bagi pelaku kejahatan.
Sebaliknya, kata dia, konsumen yang membeli perangkat legal dapat merasa lebih aman dan nyaman.
IMEI dinilai juga bermanfaat untuk mencegah peredaran ponsel ilegal (BM), melindungi konsumen dari penipuan, memastikan kualitas dan garansi resmi, serta membantu aparat mengurangi tindak kriminal pencurian ponsel.
“Dengan IMEI, masyarakat bisa lebih tenang. Kalau ponsel hilang atau dicuri, perangkat bisa dilaporkan dan diblokir. Kalau ditemukan kembali, bisa diaktifkan lagi. Jadi ini bukan beban baru, melainkan perlindungan tambahan untuk masyarakat,” tambahnya.
Lebih waktu, Wayan mengatakan wacana ini masih dalam tahap penerimaan masukan dari masyarakat, belum dibahas di level pimpinan.
Melalui klarifikasi ini, Komdigi menegaskan wacana kebijakan blokir IMEI secara sukarela ini adalah upaya melindungi konsumen dan menjaga keamanan ekosistem digital Indonesia, bukan menambah aturan birokratis yang memberatkan masyarakat.
Sebelumnya, Komdigi menyampaikan tengah mempertimbangkan penerapan regulasi pemblokiran IMEI (International Mobile Equipment Identity) untuk perangkat ponsel yang hilang atau dicuri.
Direktur Penataan Spektrum Frekuensi Radio, Orbit Satelit, dan Standardisasi Infrastruktur Digital Komdigi Adis Alifiawan mengatakan regulasi tersebut nantinya diharapkan dapat menciptakan perlindungan serta kepastian hukum bagi masyarakat pengguna ponsel.
Menurut Adis, layanan pemblokiran IMEI ini akan memberikan perlindungan konsumen dengan memberikan rasa aman serta nyaman bagi masyarakat, khususnya dalam menghadapi risiko kehilangan atau pencurian ponsel.
Dia menekankan, layanan ini sifatnya opsional. Artinya, masyarakat yang ingin mendapatkan layanan pemblokiran IMEI diperbolehkan untuk mendaftar. Sifatnya tidak wajib.
“Jadi kembali ke pengguna masing-masing,” kata Adis.
Adis menuturkan bahwa blokir dan buka blokir IMEI dapat dilakukan secara mandiri, jadi tidak harus dilakukan di kantor polisi. Kemudian jika smartphonenya telah ketemu, nanti dapat dibuka kembali blokirnya.
Dia menjelaskan terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai dari regulasi ini. Pertama, memberikan perlindungan kepada pengguna smartphone.
Kedua, mengurangi nilai ekonomis ponsel yang hilang atau dicuri, sehingga motivasi pelaku tindak pencurian menurun. Sebab, pelaku kejahatan akan kesulitan menjual ponsel curian ke pasar ilegal. IMEI yang tertanam di smartphone tidak dapat digunakan.
“Kalau sudah diblokir IMEI-nya, jadi akan turun sehingga dia hanya bisa menggunakan WIFI Only untuk menyala. Tingkat pencurian diharapkan juga turun karena antara effort dan risiko kalau ketangkap massa, membuat pencuri berpikir ulang,” kata Adis.
