Jakarta –
Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) mengklarifikasi pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin soal usulan ‘tukang gigi’ praktik di puskesmas, berbekal tambahan skill atau kompetensi. Pernyataan Menkes mendadak ramai menjadi perbincangan dan menuai protes banyak pihak, utamanya sejawat dokter.
Kemenkes RI menekankan ‘tukang gigi’ yang dimaksud adalah terapis gigi dan mulut (TGM) yang memang menjalani pendidikan formal.
“Pernyataan Menkes yang akan mendidik tukang gigi agar bisa ditingkatkan skill-nya merupakan kesalahan istilah. Yang beliau maksud adalah terapis gigi dan mulut (TGM),” demikian klatifikasi yang dirilis Kemenkes RI, Selasa (15/4/2025).
Usulan tersebut didasari temuan hasil cek kesehatan gratis yang menunjukkan lebih dari 50 persen masyarakat Indonesia mengalami masalah kesehatan gigi dan mulut.
Hal ini juga sejalan dengan kenyataan minimnya dokter gigi di puskesmas. Sekitar 2 ribu puskesmas utamanya di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar, tidak memiliki dokter gigi.
“Distribusinya pun lebih banyak di kota-kota besar, bukan di daerah,” tandas Kemenkes.
Kemenkes RI juga menyoroti ‘gap’ jumlah dokter gigi yang tersedia dengan proyeksi atau perkiraan kebutuhan secara nasional. Disebut masih kurang 10.309 dokter gigi.
Sementara jumlah lulusan dokter gigi dalam setahjn hanya sekitar 2.600 orang. Karenanya, salah satu usulan adalah pemberdayaan tenaga kesehatan lain, dalam hal ini TGM untuk diatur pemberian kompetensi tambahan, sesuai dengan Permenkes No. 19 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Puskesmas.
Kemenkes RI juga sudah lebih dulu memperbanyak kuota mahasiswa kedokteran (FKG) gigi dengan dibukanya fakultas kedokteran gigi di sejumlah universitas. Dari semula hanya 32 menjadi 38 FKG.
Pemerintah juga berupaya memberikan prioritas beasiswa untuk putra-putri daerah, agar setelah lulus akan kembali bertugas di daerah.
(naf/up)