Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) akan menggelar lelang harga peta frekuensi 1,4 GHz pada Senin (13/10/2025).
Lelang tersebut akan diikuti oleh tiga perusahaan telekomunikasi yaitu PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM), PT Telemedia Komunikasi Pratama (anak usaha WIFI), dan PT Eka Mas Republik. Apa manfaat dan tantangan spektrum 1,4 GHz bagi mereka?
Spektrum frekuensi 1,4 GHz adalah pita frekuensi radio yang digunakan untuk layanan akses internet cepat atau Broadband Wireless Access (BWA), khususnya jaringan tetap lokal berbasis packet-switched menggunakan standar teknologi telekomunikasi bergerak internasional. Frekuensi ini berada di rentang 1427–1518 MHz, dengan lebar pita efektif sekitar 80 MHz—di Indonesia.
Komdigi membagi spektrum ini menjadi 3 regional yang secara garis besar sebagai berikut: regional I berisi Pulau Jawa dan Papua serta Maluku. Regional II terdiri dari provinsi Sumatra- Bali & Nusra. Dan terakhir, regional III terdiri dari Kalimantan dan Sulawesi.
Harga Dasar
Adapun kabar yang bererdar, nilai dasar harga lelang frekuensi 1,4 GHz setiap regional berbeda-beda. Regional I dimulai dari harga Rp230 miliar, regional II dimulai dari harga Rp40 miliar, dan regional III dimulai dari harga Rp37 miliar.
Dalam skema nilai dasar lelang diambil yang terendah sebesar Rp230 miliar untuk harga dasar, maka pada tahun pertama pemenang akan membayar up front free 2x dari nilai yang mereka tawarkan, ditambah 1x pembayaran untuk tahun tersebut. Artinya, pemenang harus membayar sekitar Rp690 miliar. Nilai tersebut berpotensi berubah karena ada proses tawar-menawar.
Bisnis coba mengonfirmasi kabar tersebut kepada Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Hingga berita ini diturunkan Komdigi tak memberi jawaban.
Teknisi memperbaiki pemancar sinyal di menara telekomunikasi
Kelebihan
Komdigi menyebut frekuensi 1,4 GHz dapat membantu memperluas jangkauan akses internet broadband, khususnya untuk wilayah yang belum terjangkau fiber optik atau infrastruktur kabel. Pita ini nantinya akan digunakan untuk Fixed Wireless Access (FWA) dan kebutuhan internet rumah.
Kecepatan internet yang diberikan besar seperti internet tetap, namun perusahaan telekomunikasi tidak perlu usaha keras untuk menarik kabel ke rumah-rumah untuk menjangkau pelanggan. Secara estetika, kabel yang membentang ke rumah-rumah makin minim.
Tantangan
Kesiapan ekosistem menjadi salah satu tantangan yang akan dihadapi oleh perusahaan telekomunikasi dalam pengembangan layanan data di pita frekuensi 1,4 GHz. Adapun pita frekuensi 1,4 GHz termasuk kategori mid band atau frekuensi pita tengah yang memiliki karakteristik jangkauan lumayan luas dan kapasitas besar.
Head of Asia Pacific GSMA Julian Gorman mengatakan tantangan utama dalam pemanfaatan frekuensi 1,4 GHz berkaitan dengan kesiapan ekosistem pendukung yang masih minim.
“Masalah utama dari teknologi 1,4 GHz adalah ukuran ekosistemnya,” ujar Julian.
Dia menjelaskan bahwa setiap pita frekuensi yang dialokasikan membutuhkan ekosistem komprehensif agar dapat dimanfaatkan secara efektif—dari pembuat chip, antena, hingga produsen perangkat yang dapat mendukung spektrum tersebut.
Di berbagai belahan dunia, pita frekuensi paling populer yang lebih dulu diadopsi secara masif adalah 3,5 GHz, diikuti dengan 2,6 GHz. Pita-pita ini mendapat sambutan luas karena didukung oleh rantai pasok global yang matang dan biaya produksi perangkat yang efisien karena skala adopsi yang besar.
Sebaliknya, pita 1,4 GHz hanya digunakan secara sporadis di beberapa wilayah dunia, sehingga keberadaan perangkat, chip, dan dukungan teknis lainnya masih relatif terbatas.
“Kalau Indonesia memilih untuk mengembangkan layanan di pita ini, tentu kontribusi terhadap pembentukan ekosistem global sangat besar. Tetapi untuk saat ini, kurangnya skala adalah tantangan terbesar,” kata Julian.
Infrastruktur telekomunikasi di daerah 3T
Sementara itu, Pakar telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Agung Harsoyo mengatakan spektrum frekuensi 1,4 GHz berpotensi digunakan untuk fixed wireless access (FWA).
Namun, menurut Agung, salah satu tantangan FWA di 1,4 GHz adalah kapasitas frekuensi yang terbatas, sehingga perusahaan telekomunikasi harus rutin menambah investasi jika ingin menjaga layanan di tengah pertumbuhan pelanggan.
Struktur ongkos yang membengkak akan menjadi tantangan bagi tim produk yang menawarkan paket ke pelanggan. Makin banyak pengguna, makin banyak ongkos, dan makin kecil pula marginnya jika harga layanan tidak dinaikkan.
Adapun cara agar kualitas layanan tetap optimal dan pelanggan yang dilayani tetap banyak, serta bisnis perusahaan telekomunikasi tetap sehat, cara yang ditempuh adalah dengan menurunkan ongkos penggunaan spektrum frekuensi atau ongkos regulator.
“Frekuensi itu kan dihitung berdasarkan yang menggunakan. Jadi kalau yang menggunakan sendirian itu dapat bit rate yang sangat tinggi. Wireless dishare. Berbeda dengan optik. Artinya itu kan tidak berbeda dengan yang ada di selular,” kata Agung.
