Ketum PBNU Sebut Biaya Haji Turut Dipengaruhi Nilai Tukar Rupiah dengan Riyal Saudi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (
PBNU
) Yahya Cholil Staquf atau
Gus Yahya
menyebut, kemahalan
biaya haji
turut dipengaruhi oleh faktor
nilai tukar
antara rupiah dan riyal Saudi.
Pernyataan ini disampaikan Gus Yahya saat dimintai tanggapan terkait pernyataan pemerintah dan DPR yang menyebut biaya haji tahun 2025 akan turun.
“
Biaya haji
ini ya memang faktornya banyak dan yang paling utama adalah faktor, apa namanya itu, ya faktor valuta, itu ya apa nilai tukar,” kata Gus Yahya dalam ramah tamah dengan media di Gedung PBNU, Jakarta, Jumat (3/1/2025).
Gus Yahya menuturkan, kegiatan transaksi di Mekkah dan Madinah, Arab Saudi menggunakan nilai tukar riyal Saudi.
Nilai tukar
valas ini pada akhirnya berdampak pada biaya haji masyarakat Indonesia.
Gus Yahya mengatakan, berdasarkan keterangan sejumlah koleganya yang selama ini terlibat dalam pengelolaan ibadah haji, harga komoditas di Arab Saudi tidak terlalu berpengaruh.
“Harga kira-kira stabil, nah yang tidak stabil itu kan nilai tukarnya. Jadi kalau dihitung rupiah, jadi berubah karena perubahan nilai tukar,” tutur Gus Yahya.
Menurutnya, penting bagi masyarakat bahwa persoalan ibadah haji tidak hanya menyangkut manajemen yang efisien.
Namun, ibadah haji juga berkelindan dengan masalah nilai tukar yang dipengaruhi oleh kondisi ekonomi yang lebih luas.
“Kami percaya bahwa pemerintah, ya bersama-sama dengan DPR, akan berusaha membuat penetapan yang paling meringankan bagi jemaah. Saya kira begitu ya, berapa pun yang ditetapkan itu,” ujar Gus Yahya.
Sebelumnya, Kementerian Agama (
Kemenag
) menyebut, biaya penyelenggaraan ibadah haji 2025 bisa diturunkan hingga menyentuh sekitar angka Rp 85 juta.
Angka ini merujuk pada hasil kajian sementara Kemenag RI.
Wakil Menteri Agama Romo HR Muhammad Syafi’i mengatakan, Kemenag akan terus mengkaji kemungkinan menurunkan BPIH meski sudah mengusulkan besaran sebesar Rp 93.389.683,99 ke Komisi VIII DPR RI.
“Saya tadi sudah bawa kajian-kajian, tapi belum untuk konsumsi umum, itu sudah sampai Rp 87.000.000, Rp 85.000.000. Tapi bisa disisir kembali, katanya bisa sampai Rp 85.000.000. Insya Allah,” ujar Syafi’i kepada wartawan di Gedung DPR RI, Senin (30/12/2024).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.