Ketua Komnas HAM Nilai Proses Pembuatan Jeda Kemanusiaan Langgar Etika

10 February 2023, 5:07

TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Atnike Nova Sigiro menilai pembuatan Memorandum of Understanding Jeda Kemanusiaan Papua telah melanggar etika pembuatan keputusan oleh pejabat publik. Dia mengatakan kesepekatan itu dibuat di detik-detik akhir masa komisioner Komnas HAM periode 2017-2022. “Secara etika pembuatan keputusan itu cacat prosedur,” kata Atnike kepada Tempo, Kamis, 9 Februari 2023.Atnike mengatakan MoU tersebut diteken di Jenewa pada 11 November 2022 malam hari. Sementara, kata dia, serah terima jabatan dari komisioner sebelumnya kepada komisioner Komnas HAM periode 2022-2027 dilakukan pada hari yang sama. Menurut dia, pejabat yang akan lengser seharusnya tidak boleh membuat keputusan yang bersifat strategis di masa akhir jabatannya. “Jangankan pada hari yang sama, sebetulnya sebulan sebelum seorang pejabat publik masa jabatannya habis, sebaiknya tidak membuat keputusan yang bersifat strategis,” kata dia.Jeda Kemanusiaan merupakan perjanjian yang diinisiasi oleh Komisioner Komnas HAM periode 2017-2022. Perjanjian itu diteken oleh Ketua Komnas HAM sebelumnya Ahmad Taufan Damanik dengan Dewan Gereja Papua, Majelis Rakyat Papua, dan United Liberation Movement for West Papua. Perjanjian ini dibuat untuk menghentikan sementara kontak senjata di antara pihak yang berkonflik di Papua.Komisioner Komnas HAM periode 2022-2027 memutuskan untuk tidak melanjutkan perjanjian itu. Atnike mengatakan adanya dugaan pelanggaran etika bukan satu-satunya alasan para komisioner memilih tidak melaksanakan perjanjian yang dibikin para pendahulunya itu. Atnike mengatakan menemukan terdapat ambiguitas mengenai posisi Komnas HAM di dalam perjanjian.Dia menilai dalam perjanjian itu Komnas HAM menjadi pihak yang seolah-olah terlibat konflik di Papua. Padahal, kata dia, Komnas HAM memiliki tugas untuk memediasi pihak yang berkonflik berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. “Posisi Komnas HAM dalam perjanjian itu ambigu,” kata Atnike.Mantan pimpinan Jurnal Perempuan ini juga menemukan dugaan adanya pelanggaran prosedur dalam pengambilan keputusan tersebut. Dia mengatakan pengambilan keputusan di Komnas HAM seharusnya melalui sidang paripurna. Jeda Kemanusiaan, kata dia, diduga tidak melalui mekanisme tersebut. “Kami sudah mempelajari dokumen tentang rapat paripurna dari Januari sampai Oktober, itu tidak ada dokumen mengenai Jeda Kemanusiaan,” kata dia.Komnas HAM tetap akan dorong dialogAtnike berkata kendati Komnas HAM memilih tidak melanjutkan perjanjian tersebut, tetapi bukan berarti lembaganya menolak dialog perdamaian di Papua. Dia mengatakan Komnas HAM ke depannya akan tetap melakukan pemantauan serta mendorong dialog-dialog untuk menciptakan kondisi Papua yang lebih damai.Anggota Komnas HAM periode 2017-2022 Beka Ulung Hapsara mengkritik pencabutan MoU tersebut. Dia mengatakan pencabutan itu bakal berdampak pada kepercayaan warga di Papua terhadap Komnas HAM. Terutama dalam upaya menciptakan perdamaian. “Kepercayaan para pihak itu yang paling utama dan tidak mudah untuk didapatkan,” kata Beka.Adapun soal dugaan pelanggaran etika yang dituduhkan Atnike, Tempo belum mendapat tanggapan dari Komnas HAM periode 2017-2022.AVIT HIDAYAT | ROSSENO AJIPilihan Editor: Komnas HAM: Jeda Kemanusiaan Ibarat Memanjangkan Tali Kelambu

Partai

Institusi

K / L

BUMN

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi