Jakarta –
Kanker merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Tingkat deteksi dini yang rendah dan obat-obatan kanker yang mahal serta kurang ketersediaannya disebut menjadi beberapa hal yang memicu masalah tersebut.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Taruna Ikrar menuturkan bahwa panjangnya proses perizinan menjadi salah satu faktor yang membuat ketersediaan obat inovasi di Indonesia rendah. Obat inovasi biasanya harus melalui proses perizinan 300 hari kerja.
Karena adanya instruksi presiden, Taruna mengatakan pihaknya akhirnya memutuskan untuk mempersingkat proses perizinan menjadi 120 hari kerja. Meski prosesnya menjadi lebih berat, Taruna berharap cara ini bisa mempercepat ketersediaan jumlah dan variasi obat kanker di Indonesia.
“Masyarakat yang mengidap kanker itu sangat banyak ya di Indonesia, kalau tiap tahun aja meningkat 400 ribu, berarti tahun ini sudah berapa pengidap, berapa juga juta yang bisa survive. Ini sangat dibutuhkan dan tidak bisa menunggu waktu. Kalau terlalu lama, keburu meninggal,” kata Taruna ketika ditemui awak media di Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2024).
Selain meningkatkan ketersediaan obat kanker di Indonesia, langkah mempersingkat perizinan menurut Taruna juga dapat membantu menyediakan obat kanker dengan harga lebih terjangkau. Ketika banyak perusahaan obat mulai banyak melakukan penelitian dan memproduksi obat kanker, maka harganya akan lebih bersaing antar perusahaan.
Hal ini menurut Taruna juga sangat penting lantaran kanker menjadi salah satu penyakit dengan beban penyakit terbesar di Indonesia.
Ia mengatakan kanker merupakan jenis penyakit yang paling ‘menakutkan’ bagi pasien maupun dokter. Tidak seperti infeksi virus atau bakteri yang penanganannya lebih pasti, menurut Taruna penanganan pasien kanker bisa berbeda-beda setiap orang.
“Ini bisa mengurangi beban negara kalau kita bisa dapat obat-obat baru. Kalau pilihannya bertambah, dampaknya ketersediaan obat ini jelas lebih mudah karena bukan hanya satu perusahaan saja,” ucap Taruna Ikrar.
“Selain itu, kalau jenis produknya banyak, maka harganya akan berkompetisi. Kalau harganya terlalu mahal, tidak laku atau tidak ada pilihan lagi. Jadi ini membantu,” tandasnya.
(avk/kna)