Kenapa Hakim Konstitusi Anwar Usman Dilaporkan ke MKMK?

Kenapa Hakim Konstitusi Anwar Usman Dilaporkan ke MKMK?

Kenapa Hakim Konstitusi Anwar Usman Dilaporkan ke MKMK?
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com –
Advokat Syamsul Jahidin menggugat hakim konstitusi Anwar Usman ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). 
Syamsul juga merupakan advokat yang menggugat UU Polri dan UU IKN ke MK. 
Kali ini, Syamsul melaporkan
Anwar Usman
karena menyatakan dissenting opinion terhadap beberapa putusan yang menyita perhatian publik, seperti UU Ibukota Negara (UU IKN) dan UU Polri.
Menurut Syamsul, Anwar menyatakan dissenting opinion pada dua putusan yang dikabulkan oleh MK, yaitu putusan Nomor 185/PUU-XXII/2024 tentang UU IKN dan Nomor 114/PUU-XXIII/2025 tentang UU Polri.
“Ketika itu dikabulkan, ada yang dissenting. dari dua putusan ini yang dissenting itu Anwar Usman. Kami baca ini (dissenting), itu intinya penolakan, kami sambung-sambungkan. Ini enggak logis sekali penolakannya,” ujar Syamsul saat ditemui di Gedung MK, Rabu (10/12/2025).
Syamsul menyoroti sikap Anwar Usman yang memberikan dissentitng opinion pada dua putusan itu. Syamsul pun membandingkan sikap Anwar dengan saat putusan 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden yang meloloskan keponakannya Gibran Rakabuming Raka untuk menjabat posisinya sekarang.
“Giliran putusan 90 yang Pas Gibran capres cawapres malah dikabulkan dengan tanpa sidang pleno. Kan ini di luar nalar logika,” lanjut Syamsul.
Ia mengaku, melaporkan Anwar Usman ke MKMK untuk menguji apakah keputusan paman Gibran itu berdasarkan tendensi tertentu atau berdasar pada pendapat hukum.
“Makanya saya Syamsul Jahidin, saya mengadukan itu, saya menguji itu. Apakah itu ada tendensius pribadi atau memang pendapat hukumnya,” imbuh Syamsul.
Berdasarkan penelusuran, Anwar Usman memang menyatakan dissenting opinion pada putusan UU IKN.
Dalam putusan 185/PUU-XXII/2024, Anwar menyatakan dissenting bersama dengan Daniel Yusmic Foekh dan Arsul Sani.
Para hakim konstitusi menilai ada beberapa hal yang sepatutnya ditolak atau diperbaiki. Misalnya, terkait legal standing para pemohon.
Sementara, pada putusan 114/PUU-XXIII/2025 tentang UU Polri, nama Anwar Usman tidak tercantum sebagai hakim yang menyatakan dissenting opinion.
Hakim yang menyatakan dissenting opinion adalah Daniel Yusmic Foekh dan Guntur Hamzah.
Dilansir dari laman MK, Anwar Usman lahir di Desa Rasabou, Kecamatan Bolo, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada 31 Desember 1956.
Ia menikah dengan wanita bernama Suhada, dan telah dikaruniai tiga anak. Setelah lulus SDN 03 Sila, Bima pada 1969, Anwar harus meninggalkan desa dan orang tuanya untuk melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) selama 6 tahun hingga 1975.
Lulus dari PGAN pada 1975, Anwar merantau lebih jauh lagi ke Jakarta dan langsung menjadi guru honorer pada SD Kalibaru.
Selama menjadi guru, Anwar pun melanjutkan pendidikannya ke jenjang S1 di Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta dan lulus pada 1984.
Setelah itu, Anwar mencoba ikut tes menjadi calon hakim. Ia lulus dan diangkat menjadi Calon Hakim Pengadilan Negeri Bogor pada 1985.
Seiring menjalankan tugasnya, ia melanjutkan studi S-2 Program Studi Magister Hukum STIH IBLAM Jakarta (2001), dan S-3 Program Bidang Ilmu Studi Kebijakan Sekolah Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (2010).
Karier Anwar Usman di bidang hukum terus menanjak hingga akhirnya dia berpindah ke Mahkamah Agung (MA).
Di MA, jabatan yang pernah didudukinya, di antaranya menjadi Asisten Hakim Agung 1997-2003, Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung 2003-2006. Lalu pada 2005, Anwar diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dengan tetap dipekerjakan sebagai Kepala Biro Kepegawaian.
Selanjutnya, ia dilantik menjadi Hakim Konstitusi pada 6 April 2011 sampai 6 April 2016.
Namun pada 14 Januari 2015, Anwar didapuk sebagai Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Periode Pertama hingga 11 April 2016.
Kemudian berlanjut menjadi Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Periode Kedua 11 April 2016-2 April 2018.
Puncaknya, Anwar terpilih menjadi Ketua MK dengan periode jabatan mulai 2 April 2018-2 Oktober 2020.
Namun, Anwar diberhentikan dari jabatan sebagai Ketua MK. Putusan ini diketuk oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam sidang pembacaan putusan etik, pada Selasa (7/11/2023).
Ia dinilai terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik atas uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.
Adapun kini Anwar masih menjadi Hakim Konstitusi yang masa jabatannya akan berakhir pada Desember 2026.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.