Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana (tengah) dalam penutupan posko nasional di BPH Migas, Jakarta, Jumat (11/4/2025). (ANTARA/Putu Indah Savitri)
Kementerian ESDM belum berencana impor LNG dari AS
Dalam Negeri
Editor: Sigit Kurniawan
Jumat, 11 April 2025 – 16:38 WIB
Elshinta.com – Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyampaikan bahwa Indonesia belum berencana mengimpor liquefied natural gas (LNG) dari Amerika Serikat, sebab produksi dalam negeri masih memenuhi kebutuhan nasional.
“Untuk tiga bulan pertama ini, kita sudah berhasil memastikan suplai-suplai LNG di dalam negeri itu dengan mengoptimalkan produksi yang ada di dalam negeri,” ucap Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana ketika ditemui setelah penutupan posko nasional di BPH Migas, Jakarta, Jumat (11/4).
Meskipun berhasil memenuhi kebutuhan dalam negeri pada tiga bulan ke belakang, Dadan tidak menampik adanya tantangan ihwal ketersediaan LNG.
Perhitungan kini, tutur Dadan, memang masih terdapat tantangan dari sisi suplai nasional untuk memenuhi peningkatan konsumsi LNG di Indonesia.
Selain itu, Dadan juga menyampaikan bahwa sebagian dari LNG yang diproduksi di dalam negeri bertujuan untuk diekspor.
Tantangan pemerintah kini adalah bagaimana Indonesia bisa mengoptimalkan ketersediaan LNG di dalam negeri sambil menghormati kontrak-kontrak ekspor LNG yang sudah ada.
“LNG itu sebagian diekspor, itu perjanjian kontraknya sudah terjadi pada saat sebelumnya (sebelum peningkatan kebutuhan), bukan sekarang. Sekarang, konsumsi kita naik. Ini yang sedang kami coba lakukan,” ucap Dadan.
Secara ideal, Indonesia ingin meningkatkan kemandirian energi dalam negeri. Oleh karena itu, akan sangat bagus kalau Indonesia memproduksi LNG-nya sendiri dan dimanfaatkan sendiri.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Airlangga Hartarto berencana untuk mengimpor LNG dari Amerika Serikat, sebagai salah satu upaya untuk menyetarakan neraca perdagangan antara Amerika Serikat dengan Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan RI, pada 2024 Indonesia mencatatkan surplus perdagangan 14,34 miliar dolar AS dengan Amerika Serikat.
Surplus itu sebagian besar berasal dari ekspor mesin dan perlengkapan elektrik, pakaian dan aksesori pakaian, serta alas kaki.
Keinginan menyetarakan neraca perdagangan dilandasi oleh kebijakan tarif resiprokal oleh Amerika Serikat terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Presiden AS Donald Trump pada 2 April 2025 mengumumkan kebijakan tarif resiprokal kepada sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Indonesia terkena tarif resiprokal 32 persen, sementara negara-negara ASEAN lainnya, Filipina 17 persen, Singapura 10 persen, Malaysia 24 persen, Kamboja 49 persen, Thailand 36 persen, dan Vietnam 46 persen.
Akan tetapi, pada Rabu (9/4/2025) sore waktu AS, Trump telah mengumumkan penundaan selama 90 hari atas tarif resiprokal ke berbagai negara mitra dagang, namun tetap menaikkan bea masuk kepada China sebesar 125 persen.
Negara yang rencananya akan dikenakan tarif resiprokal lebih tinggi hanya dikenakan tarif dasar sebesar 10 persen, yang mana untuk baja, aluminium, dan mobil akan sama.
Sumber : Antara